Kadang hidup itu baru benar-benar mulai ketika kecewa menorehkan perih di wajah hati. Bukannya menjadikan dendam sebagai pijakan, tapi perasaan merelakan seakan membuka ruang bagi rasa-rasa lain yang tadinya terhimpit di sudut hati, untuk tumbuh dan bergerak bebas mengobati perih. Seperti antiseptic yang mengeringkan borok yang basah oleh darah. Pelan-pelan tapi pasti sembuh. Kemampuan menahan sakit yang menguji kokohnya tekad untuk terus maju dalam gelap yang pengab dan keberanian untuk percaya kalau segala pengorbanan akan mengantarkan kita pada satu moment yang akan mengubah seluruh hidup kita selamanya selama kita mampu berdiri tegak walau badai keras menerpa.
Tuesday, September 25, 2007
Thursday, September 20, 2007
Kembali Di Persimpangan
Ketika harus kembali di persimpangan
Yang dulu sempat menyesatkan
Keraguan
Ketakutan
Dan harapan
Yang lebih besar
Dan lebih segar dari lalu
Menggumpal hidup resah
Menggemuruh badai membantai
Hati yang berdiri sendiri
Di mulut nasib
Goyah mencari pijakan nyata
Yang disemukan ragu
Diremukan godam prasangka
Menjalani setiap jalan
Walau harus berkorban diri
Hanya untuk membuka mulut kegagalan
Merangkak keluar darinya
Dan kembali lagi di persimpangan
Yang dulu sempat menyesatkan
Tapi dengan kebangaan
Keberanian terus mencoba yang tak berani
Sampai akhirnya
Tepat memilih yang mana
Dengan peluh mengalir deras
Dan yakin membakar hati
Yang tak lagi goyah di mulut nasib
Tuesday, September 11, 2007
Mendung Hati
Gak Tenang... gak tenang... gak tenaaaaang.......!
Kenapa ya beberapa hari ini hati gua serasa langit yang lagi mendung. resah dan gelap. Seakan semua harapan yang ada di diri gua habis dihisap oleh sosok yang tak bersosok. Semua hal yang gua lakukan sepertinya salah. seperti ketika gua menyentil majalah yang lagi dipegang sama bos gua di dekat mukanya tatkala gua menemukan copy yang gua bikin sama dengan yang ada di majalah itu. Haizzz... Semua tulisan yang gua bikin hari ini rasanya hambar, gak punya nyawa, gak bisa sampai langsung ke hati. parahnya lagi, blog ini susahnya setengah mati untuk bisa sign in ke new post. Gak tahu apa dada gua udah bergemuruh. Coba perasaan ini sepenuhnya menjelma langit mendung, tinggal ujan terus langsung cerah lagi. sayangnya, gua ini tipe orang yang susah nangis... kalau ada apa-apa ya dipendem, dipikir sendiri. Paling-paling cerita sama orang terdekat, tapi kan gak terus bisa cerita, nanti dia muntah lagi.
Kalau sudah gini enaknya menyalahkan sejarah diri sendiri. kenapa gak dari dulu tahu asyiknya nulis, serunya bikin iklan, belajar bahasa inggris yang serius! Kenapa dulu bisa-bisanya gua masuk ekonomi, kenapa gak masuk sastra Indonesia. dulu santai-santai sekarang baru ling-lung. Kenapa oh kenapa?! hidup ini penuh dengan sesal dan takut.
Gua pengen teriak! pengen menghilang atau terbang dibawa angin, seperti debu atau serbuk sari. huaaaaaa! Seperti ada yang mengganjal di hati tapi gak bisa keluar, rasanya seperti kalau pub gak selesai. Kalau perasaan ini terus hidup dan berkembang biak, akan hancur rasanya semua impian yang terlukis di langit angan-angan.
Sekarang gua udah harus cabut. Tapi besok gua harus kembali menghadapi perasaan yang sama. Harus kuat! Harus berani! Harus percaya! (meski dengkul lemas membayangkan). yaaa gak tahu lah... liat aja besok apa yang terjadi. Pokoknya malam ini gua harus kumpulin sebanyak-banyaknya keberanian. Pulang dulu yak! gawat mendung di hati menular ke langit malam ini. jangan hujan dulu ya... at least until i get to the temple... RUN!!
Kenapa ya beberapa hari ini hati gua serasa langit yang lagi mendung. resah dan gelap. Seakan semua harapan yang ada di diri gua habis dihisap oleh sosok yang tak bersosok. Semua hal yang gua lakukan sepertinya salah. seperti ketika gua menyentil majalah yang lagi dipegang sama bos gua di dekat mukanya tatkala gua menemukan copy yang gua bikin sama dengan yang ada di majalah itu. Haizzz... Semua tulisan yang gua bikin hari ini rasanya hambar, gak punya nyawa, gak bisa sampai langsung ke hati. parahnya lagi, blog ini susahnya setengah mati untuk bisa sign in ke new post. Gak tahu apa dada gua udah bergemuruh. Coba perasaan ini sepenuhnya menjelma langit mendung, tinggal ujan terus langsung cerah lagi. sayangnya, gua ini tipe orang yang susah nangis... kalau ada apa-apa ya dipendem, dipikir sendiri. Paling-paling cerita sama orang terdekat, tapi kan gak terus bisa cerita, nanti dia muntah lagi.
Kalau sudah gini enaknya menyalahkan sejarah diri sendiri. kenapa gak dari dulu tahu asyiknya nulis, serunya bikin iklan, belajar bahasa inggris yang serius! Kenapa dulu bisa-bisanya gua masuk ekonomi, kenapa gak masuk sastra Indonesia. dulu santai-santai sekarang baru ling-lung. Kenapa oh kenapa?! hidup ini penuh dengan sesal dan takut.
Gua pengen teriak! pengen menghilang atau terbang dibawa angin, seperti debu atau serbuk sari. huaaaaaa! Seperti ada yang mengganjal di hati tapi gak bisa keluar, rasanya seperti kalau pub gak selesai. Kalau perasaan ini terus hidup dan berkembang biak, akan hancur rasanya semua impian yang terlukis di langit angan-angan.
Sekarang gua udah harus cabut. Tapi besok gua harus kembali menghadapi perasaan yang sama. Harus kuat! Harus berani! Harus percaya! (meski dengkul lemas membayangkan). yaaa gak tahu lah... liat aja besok apa yang terjadi. Pokoknya malam ini gua harus kumpulin sebanyak-banyaknya keberanian. Pulang dulu yak! gawat mendung di hati menular ke langit malam ini. jangan hujan dulu ya... at least until i get to the temple... RUN!!
Tuesday, September 4, 2007
Berani Sendiri
Gua pengen keluar dari rumah! Rumah milik ke dua orang tua yang sangat amat tulus gua cintai. Gua mau pindah bukan karena gua gak betah, tapi justru karena terlalu betah. Gua gak mau selamanya jadi ikan remori kecil yang hidupnya bergantung sama ikan hiu. Gua mau jadi besar, gua mau jadi hiu.
Sepertinya 25 tahun sudah cukup lama bagi gua hidup bergantung dalam kenyamanan yang disediakan. Saatnya gua harus berjuang untuk diri sendiri. Waktunya buat gua mengangkat pantat dari bangku malas yang nyaman dan aman. Atau setidaknya mulai merencanakan dan memikirkan matang-matang langkah apa saja yang harus diambil.
Mempersiapkan mental dan keberanian untuk bergantung sama diri sendiri rasanya lebih penting dari semuanya. Hidup sendiri berarti harus tahan;
bangun pagi sendiri
siapin sarapan sendiri
siapin makan malam sendiri
cuci dan sterika baju sendiri
stop-in tukang roti sendiri
bayar sendiri
sendirian sendiri
kesepian sendiri
beresin kamar sendiri
cuci kamar mandi sendiri
beli kebutuhan sendiri
ke pasar sendiri
makan indomie sendiri
malam-malam sendiri
cape pulang kerja sendiri
Sepertinya masih ada lagi, tapi sekarang gak kepikiran. ya... semua ini harus dihadapi dengan dada yang lapang dan mental baja. Karena kalau gak, ya gak akan pernah dewasa seutuhnya.
Memang, untuk sekarang rasanya masih gak mungkin, karena secara penghasilan belum mendukung, tapi setidaknya gua harus ambil ancang-ancang. Doakan saja ya, semoga sepasang tahun ke depan keinginan ini bisa terwujud.
Sepertinya 25 tahun sudah cukup lama bagi gua hidup bergantung dalam kenyamanan yang disediakan. Saatnya gua harus berjuang untuk diri sendiri. Waktunya buat gua mengangkat pantat dari bangku malas yang nyaman dan aman. Atau setidaknya mulai merencanakan dan memikirkan matang-matang langkah apa saja yang harus diambil.
Mempersiapkan mental dan keberanian untuk bergantung sama diri sendiri rasanya lebih penting dari semuanya. Hidup sendiri berarti harus tahan;
bangun pagi sendiri
siapin sarapan sendiri
siapin makan malam sendiri
cuci dan sterika baju sendiri
stop-in tukang roti sendiri
bayar sendiri
sendirian sendiri
kesepian sendiri
beresin kamar sendiri
cuci kamar mandi sendiri
beli kebutuhan sendiri
ke pasar sendiri
makan indomie sendiri
malam-malam sendiri
cape pulang kerja sendiri
Sepertinya masih ada lagi, tapi sekarang gak kepikiran. ya... semua ini harus dihadapi dengan dada yang lapang dan mental baja. Karena kalau gak, ya gak akan pernah dewasa seutuhnya.
Memang, untuk sekarang rasanya masih gak mungkin, karena secara penghasilan belum mendukung, tapi setidaknya gua harus ambil ancang-ancang. Doakan saja ya, semoga sepasang tahun ke depan keinginan ini bisa terwujud.
Monday, September 3, 2007
Back To Class! Yippeee...
I'm Back to school! huahaha... not actually a school sich, lebih tepatnya Back To Class, ya... pokoknya belajar di kelas bersama dosen dan harus mengisi daftar hadir. Gua gak boleh datang terlalu telat, harus siap menghadapi quiz dan ujian mid and final. Kalau gak sanggup, gak bisa lulus.
Kemarin malam tepatnya jam 19.05 gua datang sedikit terlambat ke ruangan yang sudah dihuni lebih dari 10 orang murid dan 1 dosen. Ruangan itu tidak terlalu besar, berdinding triplek warna putih dan bangku-bangku yang disusun membentuk huruf U di hadapan si dosen yang duduk tepat di luar depan mejanya. Seperti kursus-kursus bahasa inggris pada umumnya, yang ini juga dibuka dengan hal-hal yang biasa, seperti memperkenalkan nama, daerah asal, bla bla bla dan bla bla bla... Tapi ada yang tidak biasa, yang sempat membuat hati jadi ciut, logat bahasa inggris yang keluar dari mulut si dosen. Kalau biasanya kita mengenal logat inggris US dan inggris british, yang ini inggris Jogja. medog jack! Logat itu menjadi lebih menganggu dengan cara bicaranya, seakan dia berusaha berbicara dengan hidung dan mulutnya secara bersamaan. Perawakannya yang kurus dan wajah yang bulat mengingatkan gua pada pelawak tanah air, Doyok. Sesaat gua merasa, "wah salah tempat les nih gua." tapi sesaat kemudian gua sadar kalau ini kelas grammar, jadi, mungkin saja, semoga saja, ilmu grammarnya akan jauh lebih sakti daripada cara bicaranya. Jadi sekarang gua kendurkan dulu syaraf prasangka yang makin tegang ini dan coba untuk membuka hati lebar-lebar pada segala kemungkinan yang akan terjadi nanti.
Ternyata dugaan gua benar! Keanehan cara berucap bahasa inggrisnya segera tak tertutup ketika ia mulai mengajar lebih jauh tentang grammar. Cukup saktilah ilmunya, tapi yang gua suka dari cara mengajarnya adalah filosofi dan analoginya tentang bahasa (terutama inggris) yang terkesan sederhana namun cukup mengena. Rasanya memang tak adil bila kita hanya menilai seseorang dari apa yang kita rasa pertama kali. kadang masih banyak misteri pada di dalam diri mereka yang bisa-bisa membuat kita bisa menghormati dan menghargai seseorang itu. Lagipula, siapa kita berani langsung menilai buruk seseorang, padahal kita itu sama manusia.
Karena ini kelas pertama, dan selesainya cukup malam sehingga orang bawaannya buru-buru pulang, jadi gak banyak teman sekelas yang gua kenal. Cuman ada satu aja anak cempaka putih yang namanya gua lupa (tapi kalau gua ingat sosoknya sepertinya nama Heru cocok buat dia), gua ajak pulang bareng karena bisa searah sama rumah gua.
Sampai sini dulu aja kisah gua yang kembali masuk ke ruang belajar setelah sekian lama absen. masih panjang perjalanan di depan, dan pastinya tak akan selalu berjalan mulus, tapi gua harus terus menjaga kemauan yang masih hangat ini demi menciptakan esok yang lebih baik. Semangat! ;)
Kemarin malam tepatnya jam 19.05 gua datang sedikit terlambat ke ruangan yang sudah dihuni lebih dari 10 orang murid dan 1 dosen. Ruangan itu tidak terlalu besar, berdinding triplek warna putih dan bangku-bangku yang disusun membentuk huruf U di hadapan si dosen yang duduk tepat di luar depan mejanya. Seperti kursus-kursus bahasa inggris pada umumnya, yang ini juga dibuka dengan hal-hal yang biasa, seperti memperkenalkan nama, daerah asal, bla bla bla dan bla bla bla... Tapi ada yang tidak biasa, yang sempat membuat hati jadi ciut, logat bahasa inggris yang keluar dari mulut si dosen. Kalau biasanya kita mengenal logat inggris US dan inggris british, yang ini inggris Jogja. medog jack! Logat itu menjadi lebih menganggu dengan cara bicaranya, seakan dia berusaha berbicara dengan hidung dan mulutnya secara bersamaan. Perawakannya yang kurus dan wajah yang bulat mengingatkan gua pada pelawak tanah air, Doyok. Sesaat gua merasa, "wah salah tempat les nih gua." tapi sesaat kemudian gua sadar kalau ini kelas grammar, jadi, mungkin saja, semoga saja, ilmu grammarnya akan jauh lebih sakti daripada cara bicaranya. Jadi sekarang gua kendurkan dulu syaraf prasangka yang makin tegang ini dan coba untuk membuka hati lebar-lebar pada segala kemungkinan yang akan terjadi nanti.
Ternyata dugaan gua benar! Keanehan cara berucap bahasa inggrisnya segera tak tertutup ketika ia mulai mengajar lebih jauh tentang grammar. Cukup saktilah ilmunya, tapi yang gua suka dari cara mengajarnya adalah filosofi dan analoginya tentang bahasa (terutama inggris) yang terkesan sederhana namun cukup mengena. Rasanya memang tak adil bila kita hanya menilai seseorang dari apa yang kita rasa pertama kali. kadang masih banyak misteri pada di dalam diri mereka yang bisa-bisa membuat kita bisa menghormati dan menghargai seseorang itu. Lagipula, siapa kita berani langsung menilai buruk seseorang, padahal kita itu sama manusia.
Karena ini kelas pertama, dan selesainya cukup malam sehingga orang bawaannya buru-buru pulang, jadi gak banyak teman sekelas yang gua kenal. Cuman ada satu aja anak cempaka putih yang namanya gua lupa (tapi kalau gua ingat sosoknya sepertinya nama Heru cocok buat dia), gua ajak pulang bareng karena bisa searah sama rumah gua.
Sampai sini dulu aja kisah gua yang kembali masuk ke ruang belajar setelah sekian lama absen. masih panjang perjalanan di depan, dan pastinya tak akan selalu berjalan mulus, tapi gua harus terus menjaga kemauan yang masih hangat ini demi menciptakan esok yang lebih baik. Semangat! ;)
Subscribe to:
Posts (Atom)