Friday, September 3, 2010

Playing hero with zero intention

Kadang gua suka berpikir, apa jadinya hidup tanpa musik. Pasti penuh depresi dan kebosanan total. Gua memang pecinta musik, walau gak bisa main musik, tapi musik seperti sahabat yang gak perlu dikuasai namun selalu siap untuk membuat elo merasa lebih baik. Setiap kali putus asa, kecewa, bahagia, atau gagal segagalnya, melody is my remedy. Hanya saja, dalam cinta selalu saja ada duri dalam daging. Dan duri itu bagi gua adalah, musik metal.

Semenjak gua bekerja di kantor ini gak pernah dalam satu haripun, musik metal absent mengguncang kejiwaan gua. Rasanya gua bisa jadi gila setiap saat. Heran, apa sih enaknya musik yang begitu offensive dan brutal. Isinya cuma maki-maki kadang diiringi dengan melody yang flat. Rasanya seperti mendengarkan omelan orang tua atau teriakan orang demo. Bikin migran.

Tapi tiga hari yang lalu, gua melakukan sebuah kompromi besar. Long story short, beberapa minggu belakangan ini karena dibebani kerjaan yang berat, computer tempat lagu metal berkoar-koar jadi bisu. Langkah melegahkan itu karena memutar playlist memberatkan gerak computer. Jadi lemot lah bahasa gampangnya.

Keadaan ini merupakan kemenangan kaum minoritas (secara gua Cuma seorang) melawan kaum FundaMetalist! Semangat gua langsung membumbung ringan dan tinggi seperti asap dari segelas kopi hangat. Mood gua berbunga warna-warni karena gua bisa memutar lagu dari playlist gua. Tapi sayangnya hal itu berbanding terbalik dengan para FundaMetalist. mood hancur berantakan.

“Kehilangan mood = semangat kerja kurang = gampang ngantuk = tidak produktif = kerja jadi lebih lambat = pulang lebih malam.”

Kira-kira begitu runutan imbas dari sebuah mood yang rusak.

So, in order to save the day, gua berpikir untuk memutar lagu-lagu metal via komputer gua. Jadi dengan lagak seorang yang besar hati, gua minta file dan beberapa menit kemudian, berkumandanglah makian-makian itu.

Ketika lagu pertama sedang diputar, dalam hati gua berpikir, “ akh selama hati sedang bahagia, keinjek tokai pun bisa buat kita tertawa”. Optimis mentok atau naif pol? Di lagu ke empat gua tahu jawabannya.

Seperti ada vacuum cleaner yang penyedot kebahagiaan, di lagu keempat, tiba-tiba gua merasa depresi. sedikit demi sedikit tapi terasa penat di kepala. Rasanya pengen banting computer, injek-injek, siram bensin, bakar, just so I can have my solitude back.

Akhirnya di lagu ke enam, gua nyerah. Sumpah jantung gua rasanya mau meledak dan kepala gua rasanya sumpek. Dalam beberapa klik langsung gua kembali ke lagu-lagu yang lebih tenang dan groovy.

Gua sadar, ternyata kerelaan memutar lagi metal bukan sekedar untuk menghibur teman-teman gua, tapi lebih karena supaya gua bisa pulang lebih cepat.

Pelajaran dari kejadian ini adalah, “kadang kita memang harus berkorban untuk kebaikan orang lain, tapi, entah bagaimana, kita harus bisa senang menjalankannya. Kalau gak bisa, itu namanya, sok jadi pahlawan.”

Darn! I’m so done with metal music… and playing hero!