Sunday, July 1, 2012

Bye-bye


Tak ada keterpaksaan yang lebih menyakitkan daripada terpaksa meninggalkan sesuatu yang masih kita cintai. Namun kadang kenyataan berkehendak, dan kita sebagai aktornya hanya bisa nurut. Begitulah perasaanku meninggalkan kantor yang sudah setahun lebih aku huni.

Aku masih ingat pertama kali aku interview di kantor ini. terlambat satu setengah jam karena hujan dan macet parah. Lalu salah naik lift dan sampai ke karaoke plus-plus (satu lift dengan pelayannya pula). Lalu bertemu dengan dua orang bos di sebuah ruang meeting yang remang.

Banyak yang bilang, anak agency multinational, sombong. Apalagi sama orang yang cuma berpengalaman di agency local. Tapi kedua orang yang meng-interview gua, benar-benar memutarbalikkan gossip itu. Mereka begitu ramah dan santai, hingga nantinya ketika aku resmi bekerja untuk mereka, hati yang baik itu tidak berubah.

Kantor ini tidak terisi dengan cubicles yang tertutup, tapi hanya sekat yang terbuka. Bahkan satu-satunya orang yang punya ruangan sendiri hanyalah bos tertinggi kreatif (executive creative director). Yang lain berbagi ruangan yang sama, menghirup udara yang sama, dan berbagi sapaan hangat yang sama.

Hampir semua orang suka tertawa dan berbagi tawa. Bahkan beberapa orang saling membantu walau kita berbeda tim. Celetukan di ujung ruangan, bisa menular ke ujung yang lain. Hingga akhirnya seluruh ruangan yang besar itu tertawa bersama, walau yang tertular tidak tahu kehebohan apa yang terjadi di sana.

Begitu juga dengan makanan. Satu orang bawa makanan, semua orang dari seluruh penjuru ruangan datang mengerubuti. Persis semut merubungi gula. Dan tak pernah ada yang marah makanannya diambil oleh orang dari tim lain.

Berbagi senyum, tawa, kekecewaan, kemarahan, makanan, keseruan, ide, dan passion. Berbagi. Itu lah satu kebiasaan yang membedakan kantor ini dengan kantor multinational yang lain. Kadang aku merasa kalau kami bukanlah rekan kerja, tapi sebuah keluarga besar.

Agency global rasa local. Begitu saja hatiku tertambat di tempat ini.

Aku tak ingin pergi. Begitu jujurku di depan ketiga petinggi yang memegang nasibku di perusahaan itu. Walau tawaran datang dengan iming-iming yang menyilaukan mata. Berikan aku di bawah apa yang ditawarkan perusahaan itu. Pintaku dengan yakin. Mereka akan memikirkannya terlebih dahulu. Okay. Aku menjawab penuh harap.

Satu minggu. Dua minggu. Sampai minggu ketiga hampir tuntas, tidak juga ada kabar. Statusku gantung, seperti habis nembak cewek, tapi gak ditolak, gak diterima juga. Akhirnya aku memutuskan untuk pindah kelain hati. Aku tanda tangan kontrak dengan perusahaan baru.

Kepergianku kali ini terasa jauh lebih berat daripada yang sudah-sudah. Butuh waktu yang panjang, usaha yang tidak mudah, dan keberuntungan yang besar sampai aku bisa bekerja di perusahaan ini.

Tidak tanggung-tanggung, lima tahun melanglang buana di agency rakyat. Babak belur dengan system yang berantakkan. Akhirnya aku berhasil naik kasta ke agency para dewa. Kumpulan orang-orang berotak kreatif sangar, diatur dengan system yang tertata rapi.

Semua anak kreatif iklan pasti bermimpi untuk bekerja di salah satu advertising agency multinational. Selain baik buat belajar, juga baik buat kantong, gengsi, dan tentunya CV. Namun sekarang, begitu mimpi jutaan umat kreatif di Indonesia menjadi milikku, aku lepaskan begitu saja. Hati pernah memaki bego, dan masih sampai sekarang, walau hanya berbisik.

Orang bilang waktu melesat cepat ketika kita bahagia. Dua puluh empat lantai di atas permukaan tanah, di dalam ruangan besar ini, setahun tiga bulan terasa sekilat. Dan sekarang aku sudah berpijak kembali ke tanah, di sebuah tempat baru, siap berkarya. apa yang sudah tidak hanya akan menjadi seepisode cerita hidup tapi juga inspirasi. Siapa tahu hidup memberi kejutan dan kita bisa bersama lagi.

Bye and I'll never forget.