Tuesday, October 15, 2013

Tak bisa dijelaskan

-->
Pada satu sore di bulan Oktober, aku bertemu dengan seorang wanita yang tak bisa lepas dari mataku. Kami tidak berkenalan, tidak juga berkomunikasi. Setidaknya, tidak secara langsung. Mata kami menyapa. Bahasa tubuh kami berbincang. Ia bukan wanita yang luar biasa cantik. Bahkan menurutku ia sedikit aneh atau sedikit keluar dari relnya.
Dari nametag-nya aku tahu ia bernama Natasha. Ia bekerja sebagai pelayan di sebuah kedai kopi. Tubuhnya tidak tinggi semampai, lengannya cukup besar, buah dadanya kecil, dan ia memakai celana panjang yang kebesaran sekaligus kependekkan sehingga sedikit mengatung di atas mata kakinya. Rambutnya diikat buntut kuda dengan ikat rambut merah muda. Wajahnya tampak seperti orang Jepang dengan kulit putih, mata sedikit sipit, dan bibir tipis.
Bila kamu bertanya kenapa aku tidak bisa berhenti menatapnya, aku juga tidak tahu jawabannya. Ada sesuatu, jelas ada sesuatu yang membuatnya begitu menarik. Hanya saja aku tidak bisa menggambarkannya. Ini murni perasaan yang tak berbentuk. Ia bisa dirasakan tapi tidak bisa dijelaskan.
Jadi begitu saja aku menikmati memandangnya dari sudut tempat aku duduk. Tak ada keinginanku untuk mengenalnya lebih dekat atau bertanya sampai jam berapa shift kerjanya. Seperti ini saja cukup; dua orang asing yang saling mencuri pandang dan masing-masing menyimpan tanda tanya tentang siapakah sebenarnya orang yang sudah memerangkap mata.

Monday, October 14, 2013

Seperti Anak-anak

-->
Seorang anak perempuan, bertubuh gembil berpipi bakpau, menangis tanpa suara. Wajahnya yang lucu tiba-tiba penyok; bibir melengkung ke atas, kerut-kerut bermunculan di wajahnya, lubang hidung terangkat, mata terpejam, air mata meluncur turun ke pipinya. Mamanya mencubit lengan gembilnya karena ia tidak bisa diam. Lalu entah apa yang dikatakan mamanya, tapi dalam sekejap ia berhenti menangis. Aku berpaling sebentar ke layar laptopku. Beberapa detik kemudian, aku sudah bisa mendengarnya tertawa. Semua kembali baik-baik saja. Semudah itu. Sesederhana itu.
Andaikan kita bisa semudah itu melupakan masalah, seperti anak-anak.

Thursday, September 12, 2013

Seperti

 
Ada tatap yang menguapkan jarak di antara kita
Seketika aku…
Seperti mendekapmu
Seperti mencium wangi tubuhmu
Seperti menyentuh kesat kulitmu
Seperti mampu mencuri bibirmu
Seperti dua kakimu melingkar di pinggangku

Seperti dua tanganmu memeluk leherku
Seperti merasa hangat napasmu di wajahku
Seperti degup gugup jantung kita melebur
Seperti menjadi satu denganmu
Seperti semua orang mati kecuali kita
Seperti dunia berhenti berputar
Seperti ingin terus seperti itu
Seperti untuk selamanya

Sunday, July 28, 2013

Langit Oranye

-->
Langit sore bersemburat oranye
Seakan matahari telah leleh ke latarnya
Ada seuntai awan melengkungkan senyum
Sepasang burung terbang membentuk kaca mata
Membingkai dua sorot cahaya begitu hangat
Yang anehnya membawaku melayat ke sebuah harapan yang kini dingin dan pucat

biru

-->
"Aku tak mengerti," katanya tiba-tiba memecah sepi, "kenapa biru itu sendu? Kenapa sajak-sajak sering menghubungkannya dengan sesuatu yang risau? Padahal bagiku, biru berarti kebebasan."
Aku merasa bodoh karena tak bisa menjawab. Dan dia berhenti bertanya. Kami membatu, menyatu dengan tanah dan rerumputan di taman rumah sakit ini, sambil memerhatikan orang-orang sibuk berlalu lalang; dokter, suster, dan pasien di kursi roda bersama pembesuknya (keduanya tampak lelah).
Aku menatapnya. Wajah yang dulu pernah kukenal begitu riang, kini redup sinarnya digerogoti sel-sel ganas yang tumbuh lepas kendali di rahimnya. 
Lalu, seperti ada yang memanggil dari langit, dia menengadah dan bibir tipisnya perlahan melengkungkan sebuah senyum yang lemah. Langit biru tampak megah dan magis seperti syair indah yang tak berujung. Kami terhipnotis. Padanya, sepasang burung sedang asyik berkejaran. Begitu lekas, begitu bebas.
Kami pun melayang bersama mimpi masing-masing. Dalam diam. 

Wednesday, May 29, 2013

Film sederhana yang berhati besar

(Tulisan ini bukan review, tapi ulasan perasaan.)
“Nama gue Adi, dan gue punya mimpi.” –Reza Rahardian as Adi-
Pernahkah kamu, selesai menonton sebuah film, hatimu terasa besar dan semua masalah menjadi kecil? Karena begitulah perasaanku setelah menonton Finding Srimulat.
Jujur, film ini memang tidak sempurna. Tapi dengan lantang aku berani bilang kalau Finding Srimulat punya hati yang tak kalah besar dengan film-film besar Indonesia lainnya. And I had a really good laugh watching it!
Alasannya adalah; film ini sangat manusiawi karena mengingatkan kita pada dorongan terbesar manusia untuk terus hidup yaitu, mimpi dan untuk apa mimpi itu ada.
Cerita bermula dari seorang Adi yang baru saja kehilangan pekerjaannya. Padahal sebentar lagi istrinya akan melahirkan. Justru pada saat putus asa itu, Adi memilih bukan untuk menyerah atau mencari jalan pintas, ia memilih untuk mengejar mimpinya untuk membawa Srimulat kembali naik panggung.
Film memang bukan realita, tapi realita bisa belajar banyak dari film. Karena inspirasi terbesar sebuah cerita adalah hidup itu sendiri. Dan Finding Srimulat mengajarkanku tentang harapan, tentang mimpi, tentang tidak menyerah, tentang sebesar apa mimpi kita? Tentang pengaruh sebuah mimpi bagi hidup banyak orang ketimbang hanya bagi sang pemimpinya.
Kesederhanaan film ini mungkin salah satu kekuatannya karena mewakili orang-orang biasa yang punya mimpi dan sedang berusaha untuk mewujudkannya. Film ini bukan menjual mimpi, tapi film ini justru manifestasi dari sebuah mimpi.
Kenyataan ironis yang bisa dimaklumi adalah, ketika aku menonton, hanya ada lima orang di dalam satu ruangan teater yang besar itu. Tapi tawa kami berlima berhasil meramaikan kesepian ruangan itu. Begitu juga ketika aku mem-Path kalau aku sedang menonton Finding Srimulat. Banyak sekali orang yang kaget atau bahkan menertawakan. Aku tidak kesal, karena aku mengerti betapa skeptis orang-orang terhadap film Indonesia. Tapi hanya ini yang ingin aku sampaikan kepada mereka, “Ada banyak hal indah dalam hidup yang akan terlewat ketika kita menilai keseluruhan dari sebagian.”
Rasanya sampai sini saja dulu ungkapan perasaan saya. Semoga akan ada sequel Finding Srimulat. :D
Maju terus Film Indonesia!

Wednesday, May 1, 2013

Sendiri pertama kali


Sendiri di sini bukan soal urusan hati, tapi perjalanan. Karena besok, untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, aku akan pergi berlibur sendirian.

Berpergian seorang diri adalah sesuatu yang selalu membuatku penasaran. Dan beberapa jam lagi, rasa penasaran itu akan terjawab. Tapi sekarang perasaanku amburadul; senang, takut, ragu, gak sabar.
Senang karena akhirnya aku punya keberanian untuk menjalankan rencana ini. Kalau selama ini gua hanya bisa berkhayal bagaimana rasanya seorang diri berada di tempat yang asing, sebentar lagi gua akan benar-benar tahu apa rasanya.

Takut. Kesepian mungkin salah satu yang paling mengganggu. Tidak ada teman untuk berbagi lelucon, berbagi obrolan, berbagi nyasar, berbagi pegal, berbagi cerita. Dan ketika malam tiba, tak ada orang yang akan menemaniku melewati malam.

Ragu. Apakah aku bisa betah selama enam hari berada jauh dari teman-teman dan keluarga? Apakah aku bisa berhasil menulis cerita yang menjadi alasan utamaku untuk menyepi? Apakah menjadi berpetualang sendiri akan menjadi seseru apa yang aku bayangkan? Apakah aku akan beli tiket pulang lebih cepat? Apakah aku pergi terlalu lama?

Gak sabar. Berada di tempat paling tenang dan menyenangkan di Pulau Dewata dengan beberapa ide cerita yang siap untuk diterjemahkan dalam kata-kata. Kesempatan mewujudkan ide bisnis yang sudah lama gua impikan. Bertemu dengan orang-orang baru. Melakukan aktivitas-aktivitas baru. Menjelajahi Ubud hingga kepelosoknya, naik sepeda. Menjauh dari segala hiruk pikuk kota dan pekerjaan.

Keempat perasaan ini jadi gado-gado di dalam dada. Resah seperti langit mendung yang baru mau turun hujan. Apa yang akan terjadi besok tak akan ada yang tahu. Yang pasti, aku perlu melakukan ini, agar aku tahu rasanya. Agar nanti ketika tua, aku tak akan bilang ke anak kalau sebetulnya papa ingin tahu rasanya berpergian sendiri. Biar tahu apa yang hidup akan berikan ketika aku lebih mengikuti kata hati daripada logika.

Semua sudah siap, aku tak lagi bisa mundur. Jadi apapun yang terjadi, terjadilah. Aku akan membawa keempat perasaan ini bersama ke Ubud. Perasaan yang mana yang nantinya akan menjadi dominan, kita lihat saja. Pokoknya, kali ini aku tidak hanya omong doing, tapi aku berani melakukan. 

Thursday, January 31, 2013

absolutely boring


Life is boring. Everything is boring. The faces are boring, even the prettiest. The water dispenser looks boring. The birds are chirping in a monotone and lazy tone, boring! My FB status is boring. The music is boring. This computer looks boring. The work is boring. My coffee tastes boring. Even the trees moving in a slow and boring movement.  The world is just a big, hot and humid boringness. Nothing less, nothing more. And I grew weary of it.

I don’t feel like socializing. I just wanna be with myself, and myself alone. Cocooned myself with this boringness of mine. Hibernate. Healing. Whatever you call it.

I couldn’t care more about what is happening around me. I have blocked myself with a concrete of selfishness without doors or windows for people to enter or to peek.

To hell with the world! Today I have given up myself to boringness. And not much that I can do to get everything back into the right place.

All I can do is waiting. Waiting in absolute boringness. And nothing is more painful than that.

Tuesday, January 22, 2013

Bosan Oh Bosan

-->
Dunia membosankan. Setiap hari begitu-begitu saja. Kenapa matahari harus selalu terbit dari timur dan tenggelam di barat? Kenapa tidak acak saja, jadi setiap hari kita harus menebak dari mana datangnya matahari. Kenapa juga sehabis terang terbit lah gelap? Kenapa tidak sehabis terang terbit lah lebih terang lalu baru gelap.

Bosan akut. Semua wajah tampak membosankan, bahkan yang paling cantik sekalipun. Aktivitas hari ini adalah pengulangan dari yang kemarin. Begitu saja setiap hari.

Bosan itu rasa yang aneh, lebih mengganggu daripada patah hati.