Friday, December 26, 2008

Harga turun, buku-bukunya pun turun sampai jadi alas kaki

Malam itu, di sebuah toko buku kenamaan tanah air, yang katanya terbesar se-asia tenggara sampai-sampai peresmiannya dilakukan langsung oleh bapak presiden kita, orang-orang rela berjubelan untuk berburu buku. Iming-iming diskon sebesar 30% cukup untuk membuat warga jakarta jadi khilaf, seperti ketika ada lelang besar-besaran di zara, mango, dan butik-butik sekelasnya.


Melihat hal ini, dalam hati gua berucap syukur, ternyata sekarang sudah banyak orang yang tak lagi malas membaca. Tapi di sisi lain, melihat buku-buku bertebaran di lantai, diinjak-injak seperti karpet, ditambah lagi bagaimana orang mengambil sebuah buku, lalu melemparkannya kembali seperti seonggok sampah ketika ia menemukan buku itu tidak sesuai seleranya, membuat gua terenyuh, apa mereka sungguh-sungguh suka membaca? karena dalam kesungguhan menyukai sesuatu, seharusnya ada perasaan sayang dan menghargai. Atau jangan-jangan, karena membaca sudah menjadi life style yang dikejar-kejar banyak orang. dengan membaca kita seakan-akan exist banget. "kita membaca, maka kita exist". Jadi orang-orang yang tadinya gak suka membaca jadi memaksakan diri untuk membaca demi alasan gak mau ketinggalan trend, bukan karena ia suka membaca.


Jujur saja, beberapa kali gua sendiri juga sempat menginjak buku-buku yang berserakkan mengarpeti lantai. Bagaimana tidak, wong di beberapa area, kemana pun gua meletakkan langkah, selalu ada buku-buku bertebaran. Kecuali gua bisa melayang, rasanya sulit untuk tidak menginjak. Setiap kali gua menapakkan kaki di sebuah buku, seakan gua bisa mendengar rintihan pilunya. Sekilas gua berpikir, apa rasanya jadi sang penulis yang telah bersusah payah menulis buku, tapi malam itu jerih payahnya, buah pikirannya, keringatnya, dinjak-injak begitu saja.


Masih terngiang di kepala gua, bagaimana orang tua kita dulu memperingatkan untuk menghargai buku. Buku jangan diinjak! Buku jangan diduduki, atau kamu bisa bisulan (egh... bukannya bantal tuh? :p). Terlepas dari bagaimana salahnya mereka mengajar dengan berbohong, intinya mereka berusaha mengajarkan kita untuk menghargai buku.


Sesekali gua berusaha memungut buku-buku yang berserakkan di lantai. Andai malam itu gua memakai kemeja putih atau biru muda, mungkin gua akan disangka pegawai toko buku itu. Tapi gua gak peduli dan tetap memungut beberapa buku di bawah gua. Tapi setiap kali gua menyelamatkan sebuah buku, gua melihat jalur di depan gua, masih ada ratusan buku yang berserakkan. dan setiap beberapa langkah, ada saja orang yang menjatuhkan buku lain ke lantai. sigh...


Perubahan memang gak bisa dilakukin sendiri, tapi bisa dimulai dari diri sendiri.


PS: Akhirnya, setelah berkelana beberapa saat menyelamatkan buku-buku di lantai, gua berhasil membeli lima buah novel baru... huahahahha... senangnya...

Wednesday, December 24, 2008

Belajar dari cinta lama

Pernah gak lo merasa dikhianati jauh setelah hubungan lo dengan seseorang berakhir, padahal di saat ini sama sekali sudah nggak ada lagi perasaan yang dulu pernah begitu bergelora. Beberapa hari yang lalu, di suatu malam yang lembab oleh hujan, gua baru saja merasakan perasaan itu.

Karena suatu urusan penting yang mendadak, gua harus datang ke vihara malam itu. Padahal gua ada janji mengambil celana jeans di mall (kalau gak sekarang mungkin besok sudah gak sempat dan pramuniaganya beberapa kali menekankan kalau harus diambil segera). Tapi atas nama kepentingan yang jauh lebih besar daripada sepotong celana jeans, gua memilih untuk bertemu teman gua itu.

Ketika gua sedang berdiskusi di mulut sebuah lorong, dia datang, si ex yang di tengah-tengah masa pacaran kami dulu, tiba-tiba gua merasa kalau dia gak pernah sungguh-sungguh mencintai. Sanny, sebut saja namanya begitu. Ia datang berdampingan bersama cowok barunya, salah satu teman gua juga, yang tidak terlalu dekat.

Dari ekspresinya, terbaca kalau mereka tak menyangka akan bertemu dengan gua di sana, malam itu. Sekilas terlihat mereka tersentak dan salah tingkah. Langkah mereka sekikit melambat, tapi beberapa detik kemudian mereka berhasil menguasai diri dan terus berjalan tanpa ragu melewati gua yang dengan ringan tersenyum ke arah mereka.

Ketika melihat mereka berjalan sambil dengan mesra bergandengan tangan, tiba-tiba gua seakan melayang kembali ke beberapa tahun lalu, ke masa-masa pacaran dengan Sany. Gua masih inget, kala pertamanya kita, gua dan Sany kencan ke mall. Saat itu, seperti halnya pasangan normal yang memiliki hasrat bersentuhan fisik, walau hanya berpegangan tangan, gua mencoba untuk meraih tangannya. Tapi tanpa diduga, ia menarik lepas tangannya dari genggaman gua. Lantas bingung, gua mencoba sekali lagi, lagi, lagi, dan lagi. Tapi Sany terus, terus, dan terus menarik tangannya. Pernah disekali usaha, gua menangkap tangannya dan menggenggamnya keras-keras, alhasil tangannya malah kesakitan dan terpaksa gua yang melepaskan genggaman.

Akhirnya karena kesal dan juga bingung, gua bertanya, kenapa dia gak mau pegangan tangan. Dan surprise surprise, sambil tersipu dan ragu-ragu, ia menjelaskan sambil menatap ke bawah kalau ia malu bila dilihat orang sedang berpegangan tangan di mall, walau dengan pacarnya sekalipun. Hah? Gak salah tuh? Menurut dari sejarah pacarannya dulu, keknya gak mungkin deh... Dan ternyata punya ternyata, Sany juga gak mau berpegangan tangan di bioskop. Kali ini alasannya karena ia ingin konsentrasi menonton.

Awalnya gua sempet bingung. Sudah gua coba memahami sekuat tenaga, tapi kok alesannya gak bisa masuk logika. Satu-satunya logika yang pas, hanya si Sany ternyata nggak benar-benar mencintai gua dan dia malu punya cowok kayak gua. Namun, karena rasa cinta (ini dulu loh) yang begitu dalam, akhirnya gua berhenti berusaha untuk memahami alasan dan mulai berusaha untuk memahami perasaan.



Sampai malam itu, ketika gua melihat Sany bergandengan tangan dengan cowoknya yang sekarang di depan umum, akhirnya gua ngerti. Bukan berpegangan tangan yang bikin dia malu, tapi tangan siapa yang dipegangnya.

Ternyata dugaan gua benar, kalau gua dibohongin.

Tapi apakah gua menyesal? Marah? Benci?

Jawabannya sama sekali, tidak! Kenapa? Karena gua sudah merelakannya jauh sebelum tulisan ini dibuat. And in some way, I feel lucky because all those things has made me stronger and I also learned that life is to short to be spend with the wrong person.

I’m not the person that you think I am.

Monday, December 22, 2008

Trying

I’m trying to overcome my darkness

That has been undermining inside

Creating holes where hopes and happiness slip away


I’ll fighting it, like I’ve never fight before

But I know is not going to be easy

I know it’s not gonna just let me go

It will fight back, stronger than I’ve could ever imagined


It will appear through the people I love

Sometimes it will take them away forever

Leave me with nothing…

Nothing but pain and despair

And regret


It will slip into my hopes

And it will let me watch it all

While it shattered them like crystal ball


It will shows before me

With a wolf grin on it face

In the darkest day of my life

To convince me to lay down my arms

That I’m not strong enough

Not brave enough

Not good enough

No enough to beat myself


But I have to be belief

Even I don’t know how

I have to be able to walk through this long and harrowing road

Even I don’t know where to find the strength


I have to try

That is all I know

I have to try

That is all I can do

need to refresh... i guess

Kenapa ya, belakangan ini gua merasa kalau gua semakin bolot. Sepertinya otak gua semakin lambat berputar, insprasi agak pelit hadir, kosong... kadang cuma itu yang bisa gua rasain setiap kali gua harus menyelesaikan suatu pekerjaan.

Apa ini sebuah pertanda kalau gua harus pensiun dini dari dunia yang selama ini menjadi warna hidup gua. Tapi gua kan masih muda, masih bergairah, masih kuat begadang, masih kuat ngerjain tiga kerjaan sekaligus, dan yang paling penting… masih banyak impian yang belom kesampean. Iiihhh seyeeemmm…

Atau mungkin… salah satu kemungkinan mengerikan lainnya adalah, gua harus putar haluan, mencari sesuatu yang baru. Gimana kalau ternyata semua hal yang selama ini gua geluti, bukan gua banget. Gimana kalau ternyata gua gak cocok sama dunia kreatif, sama dunia iklan, gimana kalau hasrat menjadi penulis hanya sebuah ejakulasi dini. Gimana kialau ternyata gua lebih cocok jualan ekektronik di glodok sambil memakai kemeja putih norak bercorak naga dan celana gantung semata kaki, dan setiap orang lewat gua harus bilang... boleh ko... boleh ci... dvd player-nya... Akkkggghhh! Makin dipikir gua makin merasa buntu dan putus asa. Kalau gak dipikir, diem-diem gua tetep mikirin juga. Bener apa kata orang tua, kalau melakukan sesuatu jangan kebanyakan dipikir, jalanin aja sesuai hati. Dan untuk urusan hati, gua tahu harus kemana, tapi kadang suka gak PD aja.

Kalau gua berusaha mencari alasan secara ilmiah, mungkin semua karena belakangan ini gua terlalu stress dan kebanyakan begadang. Banyak proyek, tapi tabungan gak nambah-nambah... hihihi... Bercanda deh... (sambil mengetuk meja tiga kali). Jadinya otak protes, mogok berputar. Kayaknya gua butuh liburan, pergi jauh dari semua hal yang ada di sekitar gua sekedar untuk melihat seperti apa kehidupan lain di luar sana. Kehidupan di luar diri gua. Keliling dunia mungkin… atau mungkin keliling Indonesia, mengingat keuangan yang tak memadai. Wakakkakak…

Mungkin gua sekedar jenuh, jadi gak merasa utuh. Aduuuh… kemana gua harus mengaduh? Sepotong syair yang syaduh pun tak akan menenangkan hati yang rusuh. Mungkin selama ini gua gak mengunduh pelajaran dari kesalahan, sehingga menjadi angkuh. Padahal sudah kusuruh hati sunguh-sungguh membasuh diri, tapi ya kok tetap misuh-misuh. Haaaaa... asu-h! (hueheuhehe maksa)

Gua harus melakukan sesuatu yang baru nih, yang agak radikal dan shocking, menantang maut dan kewajaran. memalukan sekaligus menegangkan. di luar akhlak. some crazy things even maybe somethings that go against my belief. tapi apa ya... hm... Bugil, naik sepeda melompati lingkaran api membara dan di bawahnya kandang macan. hm... sounds like a perfect idea. huehuehue...

PS: i got nothing against electronic salesman. i suer. Bahkan gua sangat berterima kasih, karena mereka gua bisa menikmati dvd bajakan yang keren-keren. peace... :)

Wednesday, November 19, 2008

What makes man a man?

Rain has pouring all night long as I sat here pondering,

suddenly one question sprang restlessly

What makes man a man?

Is it his courage toward his worry?

Is it his willingness to let go what he can’t truly posses?

Is it the faith in his heart instead of his head?

Is it the choices he takes?

Is it the pain that he keeps for himself for not wanting others to worried?

Is it for all the disappointments that one could not know what to do, but too let them bite him bit by bit?

Is it through eagerness to stand again in the face of failure?

Is it by keeping the promises one pledge deep in his heart?

Is it by daring not to remorse at the mistakes he made?

Is it for the dreams his is chasing?

Is it the guts to face the truths, no matter how mean they are?

As the soft rain falling quietly on the rooftop, I finally get my answer,

What makes man a man…

It is his heart.

Thursday, October 16, 2008

Berharap, jangan. berharap, jangan. Berharap deh! eh, jangan deh! eh...

Orang-orang bilang kalau kita sangat menginginkan sesuatu, jangan pernah mengharapkannya terlalu sungguh. Kalau semakin "ngebet", malah gak dapet.

Tapi susah juga ya kalau kita harus berpura-pura gak butuh padahal di dalam hati sudah bergemuruh. Rasanya nyiksa banget ketika kita sedang berpura-pura tak terjadi apa-apa, tapi di saat yang sama ada rasa di dalam yang berontak untuk dilihat dan didengar. Sekeras apa pun kita berusaha mengalihkan perhatian, tapi seketika pikiran sedang kosong, barang sedetik pun, suara-suara itu akan kembali terdengar.

Pernah gak sih kita berpikir, mungkin yang salah adalah cara kita dalam sungguh-sungguh mengharapkan sesuatu. Gimana kalau ternyata kuatnya harapan kita gak didukung dengan usaha yang keras dan keberanian untuk gagal. Jadi setiap hari bisanya cuma ngkhayal mulu tanpa ada action. wew. wew lagi. sekali lagi, wew.

Kesimpulannya adalah... kalau kita benar-benar menginginkan sesuatu, USAHA! dan jangan pernah berhenti berharap.

Jadi sementara gua terus berharap akan kesempatan karir yang pernah singgah di depan mata (dan sekarang mungkin masih), yaaa... gua akan terus berkarya sekuat tenaga.

Tuesday, September 23, 2008

Kenapa susah?

Jujur. Kenapa susah?

Kenapa selalu dianggap sepele?

Padahal sudah dari kecil diajarin

Dicekokin sampai muntah-muntah

Tapi kenapa tetap gak jujur?

Lantas buat apa belajar?

Kalau bisanya cuma omong besar

Sama sendiri aja terus mendua

Setiap ada yang memiliki

Diam-diam memendam damba

Sembunyi-sembunyi mengambil jatah

Kalau sudah begitu,

Lebih baik pantang berikrar

Tebang pohon yang mengukir jejak

Simpan panji-panji yang meneriaki janji

Jalani dulu semua

Searah kemana angin bertiup

Sambil mencari hingga menjadi pasti

Karena jujur butuh waktu

Dan pengorbanan yang gak sedikit

Memang serakah sudah mendasar

kadang keras, kadang selaras

hidup adalah lalu lintas dua arah

yang berantakan

ketika tak ada yang mengalah

Monday, September 22, 2008

Reuni sekilas lalu

Kata orang ada tiga hal yang bisa membuat kita berkumpul dengan teman-teman lama; pernikahan, kelahiran, dan kematian. Tapi malam itu, di sebuah restoran khas asia minimalis di belakang Jalan Thamrin, 10 orang berkumpul kembali atas nama penderitaan.

Walau tidak lagi dipenuhi keluhan dan umpatan tentang "dia yang namanya malas disebut", kami tetap berbagi tawa dan cerita (baca: gosip) :p. Entah hanya gua atau semua, tapi rasanya tidak lagi seseru dulu, ketika kita masih sama-sama berjuang. Hal itu bukan karena intensitas pertemuan yang renggang, tapi lebih karena kebersamaan yang dulu terasa utuh, telah gumpal di sana-sini. Si ini sudah bermusuhan dengan si itu yang tadinya bersahabat seperti wortel dan buncis. Beberapa orang tidak bisa datang, ada yang sakit, masih lembur, dan beberapa yang mungkin memang malas.

Apa mungkin karena yang menyatukan kita adalah penderitaan jadi "lem nya" kurang rekat. Atau mungkin, memang intensitas waktu saja yang berperan. Akhhh... males mikirnya!

Memang tak banyak kenangan yang bisa disimpan dari malam itu, selain beberapa foto yang kini sudah tepampang di facebook atau friendster para pelakonnya. tapi ada satu harapan yang diam-diam gua titipkan pada rasi bintang di langit cerah malam itu, semoga suatu saat nanti bila reuni ini akan terulang, kita semua bisa berkumpul bersama seperti dulu, tanpa dendam tanpa basa-basi, dan hanya sedikit "dia yang namanya yang malas disebut."

Friday, September 19, 2008

love is abnormal

It's strange how love can make us do some crazy shitty things. Some people may say we are weird, but for some others, they might call it sincerity. But who are they to judge? it's our feeling, our spark of emotion. We cannot tolerate any prejudice to spoil what make days seems so warm and colorful. Were they in love before? Have they ever wanted, so desperately to become an important story in somebody's life? or they just blinded by this thing call normality? Where as, life has never been that simple. Life would be boring if everything just falls in to the right place.

Love never mean to hurt if it just only a stare, if it only just a hello, or a smile, or a simple walk to to the door. It just love, for god sake! aren't we suppose to fight the opposite of it? so why do they isolate people for loving someone? Is it because how we show it? if it is, I'm sorry for i will never be you.

And now i said to all of you, I'm a strange person when I'm in love. True love would make me do some silly things but never to push that someone into agony.

Dedicated to all of you that feels love is a normal thing, and to some people that feels they are not good enough to love and be loved just because they are different.

Thursday, September 18, 2008

Renovated



Ketika banyak orang berbondong-bondong pindah ke rumah baru, aku memilih untuk merenovasi saja. Aku lukiskan rasa di dinding-dinding rumahku, ku hiasi dengan sewarna yang ikut membentuk aku menjadi aku, dan ku sematkan juga harapan-harapan baru di kusen di atas pintu, untuk menolak bala.

Inilah rumah lamaku yang menjadi baru. Silahkan berkunjung, mohon maaf bila suguhannya hanya sederhana, tapi itu tulus tak ternyana.

Selamat datang! ;)

Sunday, September 7, 2008

Sombong apa, sombong apa, sombong apa sekarang?

Sombong, semua orang pasti punya sifat ini. Yang membedakan hanya berat kandungannya dalam sifat kita. Bersama dengan perjalanan hidup, mengenal banyak orang dan menjadi intim dengan diri sendiri, gua sadar kalau kesombongan itu memiliki berbagai rupa.

Kesombongan pertama gua beri nama, hm… “sombong nyaring”. Kenapa? Karena biasanya orang yang dipengaruhi sifat ini, sadar atau tidak, vocal –nya lebih keras daripada aksi, semata-mata hanya untuk menutupi kelemahan diri, yang mereka sendiri gak punya nyali untuk menghadapinya. Biasanya orang seperti ini selalu ingin menang, senang jadi perhatian, dan bahagia bila ada teman atau orang yang menderita atau bisa diinjak-injak. O iya, satu lagi, semisal suatu hari si “sombong nyaring” ini berhasil berprestasi, walau hanya menang lomba kerupuk sekalipun, dia akan langsung mendongakkan kepala tinggi-tinggi memperlihatkan jenjang lehernya sambil melirik orang lain dengan kebanggaan kosong dari balik hidungnya. Seakan-akan dia baru saja memenangkan emas di olimpiade (kayaknya yang menang di olimpiade gak segitunya juga deh). Lalu jalan petantang-petenteng layaknya centeng.

Kesombongan kedua gua sebut “sombong ciut”. Kesombongan yang satu ini biasanya berjangkit pada orang-orang yang kurang optimis dalam menghadapi hidup, merasa hidup mereka selalu lebih malang daripada orang lain. Lebih takut menjadi orang tolol daripada keliatan tolol, merupakan ciri-ciri lainnya. Selain itu, kalau dikasih tanggung jawab mereka akan selalu bilang, sambil malu-malu, “akhh… jangan gua deh, gua kan bego, lo aja deh.” Sambil menunjukan ekspresi sok iklas yang berharap untuk dipaksa-paksa. Dan nanti ketika tanggung jawabnya diambil orang lain, si “sombong ciut” yang menyesal setengah mati di dalam hati, akan menusuk dari belakang dengan bermacam kritik tajam yang mengada-ada.

Kesombongan ketiga adalah “sombong inspiratif”. Sombong tipe ini adalah kesombongan yang biasanya hanya dimiliki para aristocrat, guru besar, dan orang-orang dengan prestasi nyata. Kesombongan ini biasanya gak akan membuat orang lain jengah dan tidak nyaman. Justru “sombong inspiratif” ini akan menimbulkan kekaguman seperti medan magnet yang membuat banyak orang jadi mau dekat-dekat. Biasanya mereka yang memiliki kesombongan ini terlihat angkuh dan dingin dari luar, padahal mereka adalah tipe orang-orang berjiwa besar yang selalu mengulurkan tangan dan menulari ilmunya pada kita-kita yang sungguh-sungguh mau belajar.


Yang manakah kesombongan Anda? Anda bebas memilih satu, dua atau bahkan tiga-tiganya sekaligus.
Tapi itu kalau Anda masih sempat dan punya niat untuk memilih.

Monday, September 1, 2008

Menjadi optimis di kandang buaya

Satu orang lagi melangkah pergi, walau tak pasti apakah menuju ke keberhasilan atau malah terjebak siksaan lainnya. Kadang gua berpikir kapan ya giliran gua melangkah keluar dari pintu putih kusam itu dan tak kembali. meninggalkan segala resah dan kesal dengan hati yang senang. tanpa ada pertikaian atau dendam. melupakan yang sudah, menjemput apa yang akan.

Tapi gua gak mau lari dan menjadi buta karena terburu-buru. Karena gua tahu gua pasti akan tersandung dan jatuh ke dalam lubang yang sama bahkan lebih dalam dan gelap. Gua mau keluar dengan kepastian. kalau pun gua harus pindah dari kandang buaya ke kandang harimau, gua mau melakukannya dengan keyakinan dan mata yang terbuka lebar. Bukan pakai nafsu lantas membutakan nurani. Walau jujur aja, kadang gua sering putus asa dan merasa satu-satunya jalan adalah menjadi seperti perjaka tua yang kebelet kawin, asal ada yang mau langsung disikat. Untungnya gua cepet sadar dan kembali ke prinsip, "kalau bukan agency (tanpa melihat ukuran) yang bisa buat gua menjadi lebih tajam, gua gak akan lompat.

Gua juga gak bisa asal angkat jari dan nuding-nuding menyalahkan Bos atau orang-orang disekitar, gak juga sistem apalagi nasib atas keadaan yang ada. Karena ini hidup gua, I'm the captain of my destiny (there's sumthin gay bout this phrase, isn't it? :)). Sekarang pilihannya tinggal terus berjuang dan optimis walau sekarang gua berada di kandang buaya. Seperti kata Bapak Abraham Lincoln,I will study and get ready, and perhaps my chance will come atau seperti kata Om geoge Gribbin, "A writer should be joyous, an optimist... Anything that implies rejection of life is wrong for a writer".

Wednesday, August 20, 2008

Fiuuuuh...

Akhirnya selesai juga. Ucapan ini bukanlah suatu kelegahan dari beban yang menyekik leher, tapi lebih sebagai ekspresi kepuasan, bukan juga karena hasil yang tertoreh dengan lintang keberhasilan sempurna, tapi justru ekspresi kelegahan karena masih bisa melihat dimana letak kekurangannya.


Proyek pertunjukan Morinaga ini adalah yang kedua sekaligus pertama yang pernah gua tulis. Kedua setelah teater pemilihan gadsam (gadis sampul) dan pertama yang gua dan faye tulis tanpa terlalu ada supervise dari penulis senior. Jadi rasanya ya… lumayan gak PD di awal, tertantang untuk lebih memacu diri, excited, puas karena gua merasa sudah menguji batas gua, gak puas karena gua yakin bisa bikin yang lebih baik lagi.

“Teruslah menulis” merupakan kenang-kenangan motivasi dari sang asisten sutradara yang ramah dengan lelucon-leluconnya yang muncul mendadak seperti kotak sulap badut yang tiba-tiba melontarkan isinya. “yes, I will” jawab gua dalam hati.

Dari pertunjukan ini gua belajar banyak hal, pertama; no matter in what industry you are, most of the client is a bitch, kedua, kurangnya kemampuan bikin plot yang smooth dan kurang jeli menentukan ending cerita, ketiga, belajar lebih yakin sama diri sendiri (seperti kata penulis senior gua, “selon aja lagi”). Keempat, betapa gua tersentuh untuk belajar arti kesungguhan dan ketulusan yang polos dari melihat anak-anak.

Tuesday, August 12, 2008

sebuah debu, udara sejuk, dan hati yang senang

Pagi ini seperti sore yang sibuk dengan udara sejuk yang ramah. Awan mendung menyembunyikan langit cerah dan hangat mentari. Aroma wangi euforia tanah mulai tercium harum, dan angin bertiup resah berkejar-kejaran dengan daun-daun kering di jalanan. Semua terasa begitu menyenangkan. "I'm only happy when it rain" lagu garbage satu ini kayaknya bisa mewakili perasaan gua, hanya saja i'm not only, but always happy when it rain. (Rain i said, not flood! hehehe.)

Everything look and feel perfect. Sampai... Ketika motor sedang melaju deras di jalan yang kebetulan tidak terlalu padat, gua mencoba membuka kaca helm, dengan maksud menikmati belaian sejuk udara pagi yang ramah. Begitu gua buka kaca helm, langsung saja kesejukan yang subtil membuai diri gua. rasanya damai banget, seperti bukan Jakarta. ternyata bukan hanya kenangan, lagu, bebauan, atau imajinasi yang bisa membawa kita berkelana, tapi juga cuaca. seperti sekarang ini gua merasa seperti ada di bandung atau bogor. tapi tiba-tiba... sruuug... sebuah debu menyelinap menusuk mata gua. Sial! untung mata gua rada sipit jadi interval jarak untuk mata menutup lebih singkat, hingga debu itu keburu ditangkap oleh bibir kelopak mata sebelum benar-benar masuk dalam ke mata. Langsung aja semua perasaan surgawi yang tadi sedang asyik gua nikmati berubah menjadi kepanikan sesaat. Pandangan kabur, ruang menyempit, adrenalin mengalir deras karena gua harus extra konsentrasi mengendarai motor hanya dengan tangan kanan sedangkan yang kiri sedang sibuk berjibaku berusaha mengeluarkan debu dari mata.

Setelah itu, langsung gua tutup lagi tuh kaca helm. Sial! gara-gara debu biadab. Gak tahu apa, orang lagi menikmati hidup. secara di jakarta it is once in the blue moon suasana bisa sesejuk seperti ini. Bahkan saat musim hujan, saat diadakannya konfrensi awan-awan mendung di seluruh Indonesia untuk membicarakan rencana membalas kelakuan manusia yang selama musim panas, seenaknya mengotori langit dengan asap-asapnya.

sebetulnya untuk apa gua menggerutu, karena memang seperti inilah kotaku, negeriku. Debu sudah selazim salju di negeri barat, macet sudah menjadi seperti rasa sakit yang kebal, cacian atau makian di jalanan layaknya omelan orang tua yang diulang-ulang. semua itu ada hanya untuk di jalani, dinikmati. Karena niscaya berawal dari kemauan untuk menerima keadaan yang ada, akan muncul kekuatan dan keberanian untuk berubah dan merubah. Setidaknya, setitik debu yang merasuk mata dibawa oleh angin sejuk yang melipur lara.

Tuesday, July 29, 2008

Matanya

Matanya seindah puisi

Dari masa lalu

Yang tetap menggetarkan

Dan meletupkan hasrat di dada

Tak lesu dimakan waktu

Aura matanya adalah untaian kata-kata

Yang dicari semati sang pujangga

Hidup, menari-nari di dalam kalbu

Hangat, memeluk kalbu

Bergelora, membakar kalbu

Lirikannya adalah rima

Tak senada

Liar bermain

Sesuai naluri

Melengkahi aturan

Ketidak harmonisan

Yang melahirkan keindahan

Layaknya lukisan abstrak

Atau tarian kontemporer

Berekspresi tapi tak selalu dimengerti

Sunday, July 13, 2008

Siapa aku?

Aku bukan diriku

Diriku bukan aku

Aku diriku bukan?

Bukan aku diriku

Diriku aku bukan?

Bukan. Diriku aku

When vanity consume

Pernah gak elo merasa keciiiil banget? Seakan-akan lo itu hanya seper-nano-nya volume dunia ini. Elo merasa sepeti orang gagal. Sepetinya semua yang lo perjuangin selama ini, percuma. Semua yang udah lo miliki mulai terpeleset dari genggaman sedikit demi sedikit. Semua hal yang lo pikir milik elo mulai menemukan kenyataanya. Lo merasa menjadi orang yang paling tolol sedunia. Jangankan hal besar, semua hal kecil yang lo lakuin berakhir menjadi masalah besar dan lebih parahnya lagi, memalukan. Tapi bukan berarti lo diem aja, lo berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki kesalahan, tapi bukannya jadi benar, malah menciptakan salah yang baru. Otak berusaha berputar mencari jawaban dari keresahan ini, tapi pikiran menjadi kenyal dan lambat seperti seekor siput yang berusaha berlari selincah tupai. Lo ngerasa harapan sudah memalingkan wajahnya, menyimpan senyumnya, juga rindunya, cintanya, ketulusannya semua-muanya yang selama ini kau rasa akan kau miliki selamanya. Dan ketika malam menjadi sunyi, lo akan duduk sendiri di dalam kamar, di depan laptop, mendengarkan lagu-lagu cengeng tahun 90-an, sambil menuliskan ratapan tentang nasib yang begitu buruk. Lalu timbul gejala-gejala lain seperti kepala sakit, pandangan kabur, punggung berat, dan perut kembung (yang ini mah karena masuk angin kaleee). Di saat itu lo akan merasa sendirian, benar-benar hampa dan gak tahu harus melangkah kemana lagi, seperti seorang jendral yang terjebak di bentengnya sendiri, tanpa anak buah untuk membela, tanpa senjata untuk bertahan, punya kuda tapi tanpa pelarian untuk dituju, dan tanpa keberanian untuk menghadapi musuh terberat, diri sendiri.

Kalau lo sering merasa seperti ini, berarti lo orangnya sombong banget. belagu, seakan-akan hanya diri lo yang penting, yang ada di dunia ini ya cuma elo dan semua masalah-masalah lo. Yang bisa lo lakuin hanya mengatasnamakan kegagalan sebagai pembenaran sikap mengasihani diri.

PS: Suara sumbang hati yang sedang menjadi sombong.

Wednesday, July 2, 2008

negatif atau positif?

Sebagai orang iklan, emang udah kodratnya, kewajibannya untuk membantu klien meningkatkan sales atau image. Jualan kata kasarnya. tapi apakah dengan tanggung jawab itu, kita yang katanya kuli berintegritas, orang-orang creative yang harga dirinya setinggi langit, boleh melakukan berbagai cara untuk menjalankan tugasnya?

Baru-baru ini (baru 5 menit yang lalu) gua dari meja temen gua. ceritanya kita mau buat brosur untuk salah satu produk dari sebuah perusahaan asuransi. Produknya asuransi pendidikan yang bertujuan mulia yaitu membantu para orang tua muda khususnya, untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi anak-anak mereka nanti. bangga juga nih karena secara gak langsung alias jauuuuh banget, gua udah membantu mengentaskan kebodohan. Ibaratnya silsilah keluarga ada anak, ayah & ibu, kakek-nenek, buyut-cicit, nah gua tuh buyut-cicitnya. :)

Kembali ke jalur... Nah! Temen gua ini, yang baru saja kusinggahi mejanya, punya 5 usulan visual. Dari salah satu usulannya ada yang mengambil sisi negatif. Seakan-akan menakut-nakuti gt. kalau katanya dia sih biar audiencenya dikasih liat kenyataan yang ada. Misalnya mereka sedang merasa berat kalau mau sekolahin anaknya, tyerus ("y"-nya kepencet, tapi biarlah, biar gaul gt looooh) mereka liat brosur yang kita bikin dan... seakan-akan langsung ada yang berbisik ditelinga mereka,

"Hayo loooh... buat makan aja susah apalagi sekolahin anak. mati lo!" eh, tapi tunggu dulu, gua bisa bantu elo asal elo mau pake produk gua. Hihihi (ketawa licik)."

gimana? sounds like a devil over, isn't it?

Lalu teman gua yang mejanya baru saja gua kunjungi, menegaskan, "Ini bisnis man... semua sah-sah aja untuk dilakuin. yang penting bisa jualan."

Salah? gak juga... benar? juga gak juga. karena benar atau salah itu bukan hitam atau putih.

Tulisan ini bukan gua buat untuk menilai hasil, tapi alasan kenapa.

Alasan kenapa, jadi begitu penting karena kalau memang raja bagi orang-orang iklan bukan lah sang klien tapi konsumennya, masa sih kita tega nakut-nakutin raja kita sendiri? ya untung... kalau konsumen bisa menangkap pendekatan negatif kita sebagai dorongan yang positif (dan harusnya seperti itu), kalau enggak, bisa-bisa mereka jadi tambah depresi. bunuh diri lagi. hehehe

yaaaa kesimpulannya sih... hm... apa ya.... hm... ya... semua orang punya alasannya sendiri-sendiri". Mungkin aja teman gua yang mejanya baru aja gua kunjungi itu ternyata punya alasan lain selain dari yang dia udah utarakan.

Gua sih hanya mengeluarkan apa yang penat mengganggu.

begitulah tulisan ini dibuat untuk melegahkan sesak di dada yang tidak berbulu dan tidak terlalu berotot tapi tetap seksi dan kenyal bila disentuh.

sekian, selamat malam, semoga berkenaan, tidak menyinggung perasaan, sekian sekali lagi dan terima kasih sebanyak-banyaknya dari dasar lubuk hati yang paling dalam. Semoga semua diberi karunia dan kebahagiaan yang berlimpah.
Amien... Ujo, Budi, Ahmad, Supardjo.

(AKHHHH! masih ada kerjaan lagi!)

Monday, June 30, 2008

itu lagi itu lagi....

Kapan kawin? Kapan nyusul cici? abis ini giliran kamu ya... Aduuuuhh... apa gak ada pertanyaan atau topik lain selain kawin ya! gak ibu-ibu, anak muda, sepantaran, semuanya ngomong yang sama. please de... Kayaknya masih ada deh berjuta cara lain untuk sekedar basa-basi. Tanya aja: udah makan belum, dari mana (jelas-jelas baru keluar dari hoseji dan pembicaraan ini terjadi tepat di depan pintu hoseji (kuil), kamu gemukan ya? atau apa gitu. kalau bingung makanya banyak baca atau beli tuh buku 1001 topik basa basi yang gak basi (emang ada gt buku ini?).

Sangking keselnya gua dengan pertanyaan ini, gua selalu menjawab "delapan tahun lagi" kenapa delapan? ya... gak tahu, nyeplos aja sih. Mereka yang mendengar jawaban gua spontan langsung shock (atau pura-pura shock) sambil memegang dada sebelah kiri dan berkata dengan nada tinggi "ya ampuuuun"! Parahnya lagi, ternyata salah satu teman nyokap gua yang kepoh, sampe ngadu ke dia;

"itu tuh si titi (jangan salah baca atau sengaja disalah-salahin ya...) katanya baru mau kawin delapan tahun lagi!" mencoba memprovokasi. kamu bilangin Shien (panggilan nyokap) sama titi jangan kelamaan."

please de. sekali lagi, PLEASE DE!

bukannya gua gak mau nikah, tapi... nikah itu gak gampang? coba ya lo bayangin, kalau lo nikah berati lo udah harus siap hidup sama orang itu sampai tua, sampai matee. Lo gak cuma bisa membuka diri untuk kebaikan pasangan elo, tapi semua keburukan dan kebusukan dia juga harus siap lo telen. Urusan berubah atau gak ya... awalnya kan tetep harus kita terima dulu tuh semua. kalau belum siap ya... mendingan gak usah. Gua gak mau menyiksa diri apalagi kalau cuma karena alasan nafsu atau cinta palsu. Gak baca koran atau nonton acara BUSER atau apa kek acara-acara kriminalitas di TV? Suami bunuh istrinya karena istrinya nyeleweng, istri nyeleweng sama sahabat suaminya, tetangga lagi, suami pergi ninggalin istrinya, istrinya bunuh diri... Iiiih.... amit-amit, haram, najis jangan sampai gua terjebak sama kayak yang begituan. Hina!

Belakangan ini badai pertanyaan itu sih udah mulai mereda, walau kadang masih ada aja yang rese. Mungkin karena gua gak pernah lagi ambil pusing soal itu. kalau ada yang tanya ya... gua jawab aja sambil lalu atau dengan candaan.

People will never stop talking. it's their right to talk. But it's also our right not to listen and not to carrying it into our heart.

PS: Penat yang sudah terpendam selama 6 bulan, akhirnya keluaaaar juga,,, Fiuuuh...

Monday, June 9, 2008

Di puncak alam


Di puncak gunung penanjakan
ketika semesta malam masih bertahta
aku berdiri menanti
sang kaisar pagi menampakan diri

langit malam bertabur pasir bintang
kerlipnya begitu indah terasa dekat
rasanya sanggup kuraup segenggam
untukku sebar ketika malamku tiba

Dingin merayap pelan
di balik baju-baju tebal
di sekelilingku,
orang-orang berpelukan mesra
mencari kehangatan melawan dingin
di balik selimut
di dalam cinta

bisikan alam terdengar lembut
serupa desiran angin
yang dingin di daun telinga
di antara tawa dan bicara

perlahan
langit gelap berubah terang
pagi menyapukan kuasnya
menorehkan semburat merah keemasan
megah di ujung langit

Aku berada setinggi awan
namun bukan melayang
melainkan bediri tegak
menjejak ibu pertiwi

hamparan langit luas
tersajikan tanpa batas
seluas hati
dalam nasihat orang-orang tua

di ujung lain,
sebuah gunung
menghembuskan asap tebal abu-abu
wajahnya penuh keriput
seperti seorang kakek
yang sedang menikmati sebatang kreteknya

Akhirnya,
sang kala pun terbit
bulat sempurna
merah menyala
bagai bara api
merayap lambat
di dinding langit kebiruan

Semua terperangah
memanahkan tatap ke ujung sana
sementara kagum merekah di dalam dada
hati tak percaya betapa menakjubkan
alam negeri ini

Wednesday, June 4, 2008

who is the invisible?

who is the invisible?

is he part of me?

because he look like me

he act like me

he even talk like me

i can feel him

but i can't touch him

i can see him

but i can't reach him

sometimes he makes me stronger

some other times he makes me fell like I'm nothing

who is the invisible?

he look like me

he act like me

he even talk like me

is he part of me?

Friday, May 23, 2008

Just another night with the invisible

Malam begitu diam

Sendiri

Menepi di pinggir hati

Yang mulai lelah menanti

Fajar yang tak kunjung hadir

Angin malam pun terpaku

Tak lagi terdengar tawanya

Seperti waktu lalu

Ketika bercanda mesra

dengan bel angin yang sekarang

ikut membisu, dingin

Sesekali raung mesin motor

Membelah diamnya malam

Mencoba dialog

Yang tak berarti

Yang sekejap lenyap

Bersama asap kretek

Hembusan sang penjaga malam

Monday, May 19, 2008

sebuah percakapan 2 orang yang sedang mencari

gue: wohoi cucuku
mario diwanto: hai opa! di mana?
gue: rumah
gue: lo?
mario diwanto: wah bisa ol dirumah ya? g nebeng disana aj y, hehehe...g lago diwarnet, dkt rumah
mario diwanto: hehehe....udah mau expired, blm ngapa-ngapain;p busy with my own mind and life;p
gue: ehehuehe
gue: apanya expired?

(hilang akibat internet connection tolol putus mulu)

mario diwanto: Travel Warning kan? Udah mau deadline. Lu udah masukin?
gue: blom nih
gue: rencananya minggu ini
gue: hehehhee
gue: lagi hectic
gue: gua juga mau ketemu orang buat minta foto, tapi doi msh sibuk gt
mario diwanto: wah, semoga berhasil OM!!
gue: lo gak jadi ikutan?
mario diwanto: hehehe....g dukung lu aj, ga enak kalo ntar g kirim malah g yg menang (hahaha...
gue: heuhuehheuhe
gue: mar
: kalo lo mang suka iklan
: lo coba aja bikin iklan
: produknya apa aja
: atau yang menjual diri lo sendiri
: apa kelebihan lo?
mario diwanto: hmmmhh... actually g merenungkan ini beberapa hari belakangan, g jadi ngga fokus dng kehidupan... mau cari kerjaan baru, mau belajar iklan, dsb... satu lagi, g ngga ada kompi, jd kesulitan untuk bikin2 gituan... jadi sementara ini g berusaha fokus dulu utk di bidang g dulu d Win...
mario diwanto: nih g lagi apply kerjaan;p
gue: sebetulnya
: lo emang harus putusin arah lo sih
: mau kemana
: tapi gua juga tahu itu butuh waktu
: karena sejujurnya gua juga seperti elo
: masih mencari yang tepat
: gua suka iklan, tapi gua sendiri blom PD bgt
: gua juga suka film dan novel
: yg gua tahu gua suka nulis
: tapi gua gak tahu apa gua bisa berhasil
: tapi...
: semakin gua pikirin hal-hal ini gua semakin tersesat
: gak ketemu jawabannya
: karena menurut gua hidup itu untuk dijalanin
: bukan dipikirin terlalu banyak
: jadi… gua lagi memberanikan diri untuk membuka diri gua
: kpd segala kemungkinan yang ada
: berani coba2 banyak hal, ketemu orang2 baru
: jangan down mar, kita saling menyemangati
: dan sama2 terus mencari
: uheuhuehe
mario diwanto: yuppy.... correct!! Kadang realita "memaksa" kita jauh dari cita2 hahaha...ekstrem memang, hidup punya tuntutan...sementara hati punya impian yang acapkali saling bertentangan;p
mario diwanto: Rasanya terlalu "muluk-muluk" dan "nekat" untuk terjun bebas. So, yg penting adalah walk with GOD, ask his guidance
gue: sebetulnya impian dan tuntutan itu, satu
: karena impian kita juga bisa menghidupi tuntutan kita
: masalahnya adalah keberanian untuk mencoba dan ambil resiko
: kadang orang-orang gak berani ambil lompatan
: takut jatuh
: padahal kan pilihannya ada dua, jatuh atau berhasil
: tapi, kenapa cuma satu pillihan aja yg sepertinya nyata
: gua setuju juga mar, that we have to walk with God
: but sometimes, we have to push harder
: stop waiting for miracle to happen
: instead, we go out there and make our own miracle
mario diwanto: Agree Uncle! I think i'm still in process...mencari yg tepat...huehehhe....ngga abisnya ya klo talk about dreams and reality. Benar, idealnya mimpi bisa menjawab tuntutan hidup....keren bgt klo bisa mencapai itu ya...amin;p
mario diwanto: Sukar menjadi idealis sekaligus realistis y...
gue : huehuehuehe
mario diwanto: huhuehehehehee....
mario diwanto: bingung saya harus berkata apa;p
Edwin Siswanto: hahaha
mario diwanto: So, for now. I'm trying to focus first. Prepare for future
gue : uhauhuah
: but you know...
: dreams are the future
mario diwanto: Yes.... Dreams....are not Dream, maybe in my journey, I can found my another dream;p hehehe
Edwin Siswanto: hahahha
mario diwanto: jadi kesimpulannya...
mario diwanto: kapan nih reunian? hahaha...
gue : hm...
: ngemeng doank nih
: minggu depan gmn?
mario diwanto: ahhahahaaaa.....itu salah satu hobi, ngomong doang;p
mario diwanto: Mesti tanya2 Surya dan ALbert dulu...
gue : surya lagi di jakarta gak?
mario diwanto: Surya skrg kerjaannya keliling dunia, udah tau blm lu?
gue : iy'a
: terakhir ke cina ya? seru juga tuh
mario diwanto: kayanya masih di S'pore
mario diwanto: Om...
mario diwanto: udahan dulu y...
gue : ya sud'
: stop calling me OM! huehueue
mario diwanto: mau djalan-djalan ke djakarta tempo doeloe nih;p
gue : hue?
: goed bye kalaoe gtoe

Adik terkecil


sesosok makhluk berbulu emas
dengan mata polos hitam besar
yang menjadi senjata untuk memelas
hidung hitamnya yang selalu basah
bertengger tepat diujung moncong yang mancung
dengan tumpukan gigi tumpul kecil-kecil
di dalamnya

kadang galak menyalak
tapi sekali digertak
lari mendadak

Kucing sahabatnya
begitu juga Anjing
semut, dan lalat

betis kakakku
adalah pelampiasan hasratnya
setelah itu pergi
tanpa sepeserpun
atau gonggongan terima kasih

Leo namanya
panggilannya
semua nama yang muncul
di kepala yang memanggilnya

Orang-orang melihatnya
sebagai anjing yang resah dan selalu curiga
bagi kami dia juga bodoh dan lugu
tapi dia bukan anjing
dia adik kita yang paling kecil
dan akan selalu kecil
sampai sejauh apapun waktu bergulir

Wednesday, May 7, 2008

Why is it so hard?

Is it that hard just to love, without to much questions about why or how if? Can we just let our heart play the game instead of the brain. Because love bloom in the warmest place of live while trust is the best fertilizer.

Tuesday, April 29, 2008

Dreams are the future


Dream is the gateway to new possibilities

Possibilities, which for some people to far to be true

But, dream is not dream if everyone could believe it

Dream is a long journey of courage and persistent

as well as faith and passion

Fight for your dreams but above all, fight your owns doubt

Because peoples will never believe in your dream if one self not


Dream high with sky as the limit,

Make it big for everyone can reach it

For what is truly

There is nothing like dreams to create a better future


PS: Ini salah satu pitching yang gak kepilih. :( gua utak-atik sedikit, beri bumbu-bumbu kehidupan (alaaaah sob bahasa loe!) dan jadilah seperti ini.

Saturday, April 26, 2008

Malam ini

langit malam kejinggaan
bulan tak berwujud malam ini
tidak juga bayangnya
Jauh di sana
pemandangan pepohonan diam tak bergeming
membentuk siluet raksasa berbaris
menjulang tinggi menantang langit kejinggaan

angin bergerak lambat
sedikit hangat
suara malam terdengar lantang tak bersuara
hanya sesekali lonceng angin berdenting
digoda mesra angin malam

Destination divine the future

Everyday-everywhere people fight for their existence in this world, so they can be something important or simply just staying alive. An old friend of mind once told, you can have all the dreams in the world, You can be anything you want and desire. You can dream big nor small. You can dream conquering the world someday or happy enough just to be a tiny part of it. World is as wide as your will. But, you need to have a purpose, the right one. Because at the end, the right destination will determine your dreams, blossom or perish.

Friday, April 18, 2008

Mencari tujuan

Setiap hari, setiap saat kita selalu berjuang untuk bisa jadi bagian dari sesuatu yang penting di dunia ini. menyiksa diri di salon untuk mencabut bulu kaki atau mengorek kocek untuk membuat kulit tampak kinclong hanya untuk menjadi penting di mata seseorang yang kita sayangi. Mati-matian berlatih dan ikut audisi variety show yang menjanjikan kepopuleran isntant namun semu. mencoba terus bertahan menghadapi pahitnya kenyataan dan sakitnya kegagalan hanya untuk mengetahui kalau hari ini kita gagal, semoga beruntung esok hari. Membohongi diri sendiri dengan menjadi orang lain hanya karena lebih banyak yang menyukai. Meninggalkan yang menerima dan percaya akan diri kita apa adanya karena mereka hanya sedikit. Berjuang siang dan malam, membanting raga dan memeras jiwa untuk mengumpulkan portfolio yang terbaik walau akhirnya menjadi sampah ketika tidak ada yang melirik. Berdiri di bawah terik matahari yang menyundut ubun-ubun, menjadi pagar ayu sekedar untuk mendapatkan lambaian tangan dari Sang Bapak Presiden. mengabaikan idealisme dan hati nurani dengan melakukan sesuatu yang kita tentang seumur hidup, hanya karena semua orang juga melakukannya.

Apakah benar semua pengorbanan dan penderitaan yang harus kita telan mentah-mentah itu, semata-mata hanya untuk menjadikan diri kita sesuatu yang lebih penting? Lalu, bila suatu hari kita berhasil menjadi bagian penting dari sesuatu yang kita anggap penting, kita mau apalagi. Misi sudah tepenuhi, pulau sudah ditaklukkan. Musuh berhasil disingkirkan. So? what next?

Beberapa hari ini gua sedang mencari jawaban "untuk apa gua ada di dunia ini?" kenapa di Indonesia? kenapa Jakarta? Kenapa menjadi laki-laki? kenapa orang tua gua gak kaya? kenapa gua dilahirkan di keluarga ini? kenapa gua gak dilahirkan jenius? kenapa muka pas-pasan dan bibir doer? Kenapa gua senang ketika bisa membuat orang lain bahagia? Kenapa gua merasakan euforia ketika gua sedang menulis atau membuat sebuah iklan bagus? kenapa gua merasa seperti sampah ketika harus gagal? kenapa nyokap gua keguguran sebelum melahirkan gua? (kalau enggak mungkin sekarang gua gak ada di sini menulis blog ini), kenapa anjing gua penakut? kenapa gua harus terus hidup? Buat apa?

Tujuan. Itu yang lagi gua cari sekarang. Sebuah tujuan yang bisa menjawab berjuta pertanyaan yang menggantung di dada. Terlambat? mungkin, tapi lebih baik begitu daripada tidak sama sekali. Karena hanya tujuanlah yang pada akhirnya mampu menentukan penting tidaknya keberadaan kita.

Sunday, April 13, 2008

Huff...

Andai aku lahir tak bermata
dengan hati yang tak merasa

sehingga aku tak perlu mengenal neraka
walau harus sepi tanpa tawa yang hangat menyapa

Thursday, April 10, 2008

Luruh

Sebelum mendung menyulap langit menjadi gelap
Hatiku telah luruh oleh resah yang bergemuruh
Hingga akhirnya hujan pun runtuh
Menghujam tanah yang tak lagi mengharap

Sunday, April 6, 2008

Losing faith in trust


for thus I trust

my heart at bleed

shall be death

by the shadow

of a hollow vow

spoken loud

merely to deceive

to rise despair

for I who seek

something to lit

the hopes

and dreams

that cater what we told

the promises of tomorrow


For thus i trust, should i trust?

Wednesday, April 2, 2008

Tujuan Untuk Disyukuri

Ketika pagi tiba
Aku tinggalkan kemalasan di atas kasurku
untuk lagi kurengkuh ketika malam kembali betahta
begitu setiap hari

Setelah diri bersih dari daki
dan perut begah terisi
aku tunggangi bebek yang siap berlari
Menuju rimba yang tak ber-peri

Lalu dimulailah pertempuran
memperebutkan seruas jalan
yang terjajah sebagian
oleh manifestasi sebuah keserakahan

Di sana-sini
terompet perang menggelegar
siapa yang bernyali
dan tak punya hati
menghimpit mereka yang sekedar berhati-hati

Tak jarang aku harus bersinggungan dengan maut
untuk mengejar waktu yang menyempit
walau aku sadar
semua ini hanya untuk mengantarkan aku kembali ke neraka

tapi, bersama semua kebusukkan itu
aku tulus bersyukur
aku masih punya tujuan

Monday, March 31, 2008

Menunggu Lahirnya Awal Dari Sebuah Impian

Kapan ya kira-kira film pertama gua bakal tayang. Walau kualitasnya masih jauuuuh dari film-film Hollywood, eropa, dan beberapa film Indonesia. Gak bakal mendapat penghargaan golden globe atau academy award. Bisa ditonton dan menghibur (mengispirasi bonusnya) penontonnya saja, gua sudah sangat bersyukur.

Film gua ini hanyalah sebuah FTV yang bicara tentang impian, keberanian, dan persahabatan remaja, ABG tepatnya. Sesuai pengalaman yang sudah-sudah, memangnya bisa sebagus apa sih FTV remaja. Tapi jauh di dalam hati, gua berharap, kalau film ini (kalau jadi tayang), bisa menghibur dan menyentuh, walau sekedar menoel hati penontonnya. Dan semoga gua masih punya kesempatan membuat film lainnya, yang harus lebih bagus tentunya.

-Semangat Berkarya Untuk Bangsa-

Saturday, March 22, 2008

Sebuah pernikahan yang prematur (mungkin)

Gadis itu melangkah masuk ke ruangan sambil memegang sebuah bouquet mawar semerah darah di tangan kanannya. Berbalutkan rajutan keindahan gaun putih, cadar yang tergerai di belakang kepalanya, senyuman yang sedikit dipaksakan, wajah yang mengisyaratkan naifnya sebuah kepolosan, dan keraguan di matanya, ia melangkahkan kakinya terburu-buru.

Siang itu, seperti biasanya, ia terlihat cantik. Kulitnya putih bersih, parasnya cantik dengan polesan dandanan yang sempurna, setiap langkahnya memancarkan keanggunan dan kepolosan seorang putri. Tapi entah kenapa, di mataku saat itu, dia seperti seekor anjing kecil yang sedang tersesat di persimpangan. tak punya keyakinan, hanya naluri yang masih tumpul.

Di sampingnya seorang laki-laki berjalan dengan gagah yang pongah, seperti seorang jendral yang baru saja berhasil menaklukkan sebuah pulau tak bertuan. Di balik punggungnya, tersebar desas-desus yang tidak enak tentang dirinya dan keluarganya. laki-laki itu menjebak si wanita, merasukinya seperti roh jahat pada jiwa manusia yang lemah. Membisikinya dengan kata-kata cinta yang beracun, mengaburkan logikanya dengan puisi-pusi cinta picisan. Begitulah kira-kiraku.

Persiapan pernikahan itu hanya memakan waktu satu bulan. Dua minggu sebelum hari H, si wanita datang padaku dan bilang kalau sebenarnya dia tidak siap menikah, parahnya lagi dia belum memberikan sepenuhnya hatinya pada si laki-laki. Ketika itu dia masih merasa kalau pernikahan ini adalah pelampiasan hatinya yang baru saja patah. Sepanjang malam dia terus mengatakan kalau ia belum siap dan takut, tapi dibalik semua keluhannya, aku tahu kalau sebenarnya dia tidak perduli akan apa yang akan terjadi. Dia hanya berharap menikah akan mengusir semua resahnya. Impian masa kecil tentang indahnya pernikahan terlihat menari-nari riang di dalam mata coklatnya.

Pernikahan itu pun, melahirkan balada sakit hati baru. Cara penyebaran undangan yang terkesan asal-asalan, telah menggores harga diri mereka yang begitu rapuh dan mahal, bagai vas porselin antik dari cina. Sebagian dari mereka tidak datang siang itu, sebagian terpaksa datang karena merasa tidak enak. Tapi mungkin mereka lupa atau sekedar mati rasa, karena terlepas dari semua hal-hal yang tidak enak mengenai pernikahan ini, dua orang atau salah satu dari mereka adalah teman, sahabat, dan umat kita.

Mungkin mereka memang buta logika dan kenyataan, tapi hal itu tidak memberikan alasan bagi kita untuk mengabaikan mereka. Sekarang, pernikahan itu telah berlangsung, si gadis dan si laki-laki sudah mendapat restu dari sang pemimpin upacara, arak telah diteguk, dan cincin perkawinan pun terlanjur memeluk erat jari manis kedua pasangan itu. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah berdoa dan membuka hati bila suatu saat nanti, apa yang diramalkan oleh orang-orang sinis itu, menjadi kenyataan. Apakah kita punya hati sebesar itu? Karena suatu saat, secara langsung atau tidak, bila kita terus mengasah kepicikan ini, mungkin kita bisa terjebak di dalam lubang yang sama.

Wednesday, March 19, 2008

Troublemaker

Little Bobby came into the kitchen where his mother was making dinner.
His birthday was coming up and he thought this was a good time to tell
his mother what he wanted.
"Mom, I want a bike for my birthday." Little Bobby was a bit of a
troublemaker.
He had gotten into trouble at school and at home. Bobby's mother asked
him if he thought he deserved to get a bike for his birthday. Little Bobby, of course, thought he did.


Bobby's mother, wanted Bobby to reflect on his behavior over the last
year.
"Go to your room, Bobby, and think about how you have behaved this year.
Then write a letter to God and tell him why you deserve a bike for your birthday." Little Bobby stomped up the steps to h! is room and sat down to write God a letter.

Letter 1

Dear God,

I have been a very good boy this year and I would like a bike for my
birthday. I want a red one.
Your friend,

Bobby

Bobby knew that this wasn't true. He had not been a very good boy this
year, so he tore up the letter and started over.

Letter 2

Dear God,

This is your friend Bobby. I have been a good boy this year and I would
like a red bike for my birthday.
Thank you.

Your friend Bobby

Bobby knew that this wasn't true either. So, he tore up the letter and
started again.

Letter 3
!
Dear God,

I have been an "OK "boy this year. I still would really like a bike for
my birthday.
Bobby

Bobby knew he could not send this letter to God either. So, Bobby wrote
a fourth letter.
Letter 4
God,

I know I haven't been a good boy this year. I am very sorry. I will be a
good boy if you just send me a bike for my birthday. Please!
Thank you,

Bobby


Bobby knew, even if it was true, this letter was not going to get him a
bike. Now, Bobby was very upset. He went downstairs and told his mom that he wanted to go to church. Bobby's mother thought her plan had worked, as Bobby looked very sad.
"Just be home in time for dinner," Bobby's mother told him.

Bobby walked down the street to the church on the corner. Little Bobby
went into the church and up to the altar. He looked around to see if anyone was there. Bobby bent down and picked up a statue of the Virgin Mary.
He slipped the statue under his shirt and ran out of the church, down
the street, into the house, and up to his room. He shut the door to his room and sat down with a piece of paper and a pen. Bobby began to write his letter to God.


Letter 5

God,

I'VE KIDNAPPED YOUR MAMA. IF YOU WANT TO SEE HER AGAIN, SEND ME THE BIKE !!!!!!

Bobby

Sunday, March 16, 2008

Gadis Kecil Itu

Malam kemarin, dari atas motor, bersama sisa tenaga yang nyaris terkuras, sebuah keceriaan yang sederhana, menyentuhku.

Dia, gadis kecil itu, yang berambut keriting pendek, mengenakan kaos lengan panjang warna putih yang dekil oleh ampas-ampas kehidupan, melompat, menari, dan tertawa sendiri. Di sekitarnya bising kendaraan dan bau asap mengelilinginya. Wajah-wajah jemu dan lelah di balik helm dan di dalam mobil menjadi sangat kontras dengan keceriaan dari wajah gadis kecil itu.

Mungkin dia belum makam malam itu, atau hari itu. Mungkin juga, ia tidak pernah tahu siapa orang tuanya. Dia terlihat sendiri tak punya kawan. Tapi dia tampak tidak kesepian, dia bahagia. Dia melompat seperti penari balet, bernyanyi kecil, memutar tubuh mungilnya, menginjak sebatang kayu, menyeringai lebar memperlihatkan sederetan gigi yang tidak rata dan gusi yang merah, lalu mengangkat kedua tangannya ke atas, dan melirik wajah-wajah jemu yang sedang memerhatikannya.

Dia, gadis kecil itu adalah seorang penari balet handal dia atas sebuah panggung besar dengan ratusan lampu sorot dan beribu penonton yang sedang menahan nafas dan decak kagum, menunggu aksi lompatan penutup. Begitulah kira-kira imajinasiku, dan mungkin juga imajinasinya, gadis kecil itu.

Setelah memastikan kalau kakinya menapak sempurna di atas sepotong kayu dan semua mata dari wajah-wajah jemu memerhatikannya, dia melompat setinggi-tingginya, walau tidak benar-benar tinggi. Sangat pendek malah. Tapi tetap saja, setelah dia kembali menginjak trotoar yang terbuat dari susunan kotak-kotak pavin block, dia membusungkan dadanya, kembali megnacungkan tangan tinggi-tinggi, dan Seringai ceria itu, kembali menghiasi wajah munguilnya. Dia berhasil melompat dengan indah.

Dan, orang-orang pun berdiri dari duduknya, meluapkan kekaguman mereka dalam tepukan tangan yang meriah dan gelengan-gelengan tak percaya. Begitulah lagi, kira-kira imajinasiku dan munkin juga imajinasinya, gadis kecil itu.

Lalu, tak lama kemudian, lampu merah berganti hijau. Wajah-wajah jemu yang sedari tadi memerhatikan si gadis kecil, kembali menatap ke depan dan memacu kendaraanya. begitu juga aku. Meninggalkan si gadi kecil berdua bersama keceriaanya.

Ketika motorku baru melaju pelan, aku sempatkan melirik si gadis kecil itu untuk terakhir kalinya. Seringai ceria yang sama, gusi merah, dan gigi tak rata yang sama, masih melekat di wajah mungilnya. Tiba-tiba sebuah pertanyaan pun hadir, "kapan terakhir kita bisa punya hati seringan si gadis kecil itu (walau hidup terus merong-rong)? kapan terakhir kita loncat-loncatan atau melakukan apapun yang membuat kita bahagia, tanpa peduli orang menganggap kita aneh? kapan terakhir kita bisa bahagia dengan diri kita sendiri apa adanya?"

hm... kapan ya?

Friday, March 14, 2008

Sebuah Catatan Di Tengah Hujan

Beberapa malam belakangan ini, di perjalanan pulang, aku tidak sendiri. Ada hujan yang menemani.

Ia hadir bersama menggelapnya hari. Menyapaku lewat rintiknya yang mengetuk-ngetuk helmku. Lewat tangan telanjangku ia susupkan sejuk yang menghangatkan. Melalui pantulan cahaya, dari aspal gelap yang sengaja ia basahi, ia ingin bicara tentang kilau harapan di saat hidup sedang sehitam malam. Bersama beribu dirinya yang membasahi diriku ia bilang kalau aku tidak sendiri, tidak pernah sendiri. Lalu, ia coba mengajakku tertawa dan menikmati hidup lewat sekumpulan anak-anak yang sedang asyik berkejar-kejaran di dalam hujan.

Beberapa malam itu, ketika semua orang berlarian menepi untuk berteduh atau memakai jas hujan untuk menghindari hujan, aku malah masuk ke tengah-tengahnya, memacu motorku dengan letupan harapan baru di dalam dada. Menyatu. Mencair. Bahagia. Lalu aku berpikir, mungkin, malam itu, hanya aku yang kesepian.

Wednesday, March 12, 2008

Mengisi Kekosongan

Lagi gak ada kerjaan. jadinya mengubeg-ubeg Internet mencari sesuatu untuk mengisi kekosongan. "Kalau kosong jangan sampai melompong" (moto baru ni. ;p). Sekalian menunggu meeting jam 2 siang nanti. sehabis ini ada janji lunch sama si dia. Setelah kemarin, melewati malam kelam berbelit berbagai kerumitan hubungan manusia. Mungkin siang nanti, walau hanya sebentar, beberapa simpul yang mencekik bisa terlepas dan menjadi lurus.

Sunday, March 9, 2008

Kenapa aku suka menulis?

Karena aku cinta menulis. Karena hanya ketika menulis lah, aku sanggup menjadi jujur seutuhnya. Dan lewat kejujuran itulah aku jadi berani hadapi aku, sekaligus bermimpi untuk bisa menyentuh kejujuran-kejujuran lain agar mereka mau keluar dari ruang semu bernama kenyamanan dan punya nyali menghadapi kenyataan.

Tapi, kenapa jawaban jujur ini tidak meluncur ketika dipertanyakan?

Mulai lagi

Sudah lama rasanya gua lupa akan tempat sampah ini. Terlalu kental di dalam kesibukan atau kemalasan, mungkin. Tapi kini gua kembali atau setidaknya berusaha untuk menjadi seperti sedia kala, karena jujur, gua rindu mencandunya, mengisinya dengan sampah yang ternyata bisa didaur ulang menjadi harapan baru bagi gua dan mungkin bagi mereka yang rela meluangkan sedikit waktunya, untuk melongok ke dalamnya. Sedikit, walau hanya sekilas.


I’m back my hearty trash can. Miss u really.

Monday, February 4, 2008

Shakespeare I'm In Love

Lagi iseng-iseng browsing tanpa tujuan, eh, ketemu web-nya Shakespeare. Langsung baca, terhanyut, kian terhanyut, tenggelam, terus tenggelam dan tak lagi ingin kembali ke permukaan. heuhuehuehue.


Bisa gak ya nulis kayak gini? hm...

To be, or not to be: that is the question".

There is nothing either good or bad, but thinking makes it so".

Doubt that the sun doth move, doubt truth to be a liar, but never doubt I love".

"I will speak daggers to her, but use none".

"When sorrows come, they come not single spies, but in battalions".

"All the world 's a stage, and all the men and women merely players. They have their exits and their entrances; And one man in his time plays many parts"

"Can one desire too much of a good thing?".

"Off with his head!"

"The world is grown so bad, that wrens make prey where eagles dare not perch".

"What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet".

"If you prick us, do we not bleed? if you tickle us, do we not laugh? if you poison us, do we not die? and if you wrong us, shall we not revenge?".

"Our doubts are traitors, and make us lose the good we oft might win, by fearing to attempt".

"The first thing we do, let's kill all the lawyers".

"Men at some time are masters of their fates: The fault, dear Brutus, is not in our stars, but in ourselves, that we are underlings".

"Cowards die many times before their deaths; The valiant never taste of death but once.
Of all the wonders that I yet have heard, it seems to me most strange that men should fear;
Seeing that death, a necessary end, will come when it will come".

"There 's daggers in men's smiles".

"When shall we three meet again in thunder, lightning, or in rain? When the hurlyburly 's done,
When the battle 's lost and won".

"Out, out, brief candle! Life's but a walking shadow, a poor player that struts and frets his hour upon the stage and then is heard no more: it is a tale told by an idiot, full of sound and fury, signifying nothing."

"I will wear my heart upon my sleeve for daws to peck at".

"Be not afraid of greatness: some are born great, some achieve greatness and some have greatness thrust upon them".

"Men of few words are the best men" .

The course of true love never did run smooth".

"Love looks not with the eyes, but with the mind, and therefore is winged Cupid painted blind".

"For the rain it raineth every day".

May Be, Just May Be

May be, just may be. What burn inside is not real really. It is burns alright, but it just doesn’t strong enough to take down the selfishness-the-“I”ness that has been controlling us beyond our will.

And when the effort to understand turns to hurting us instead, may be, just may be, what seems real is not as real as what is not.

Monday, January 21, 2008

Ngumpet

When facing with the hard sides of life people always hide. Di balik handsfree yang tidak pernah tersambung, di balik laptop Apple yang hanya digunakan untuk main games dan nonton DVD, di dalam dialog-dialog bahasa inggris yang sengaja diucapkan keras-keras, di balik punggung orang tua yang kaya dan berpangkat, di dalam kenyamanan fasilitas, di dalam mobil-mobil mewah, di atas sandal jepit swallow warna hijau, di balik rumah-rumah kumuh di samping rel kereta api, di dalam rintihan pilu dan air mata iba, di belakang buku tebal politik yang tidak pernah dimengerti apalagi selesai dibaca, di dalam sangkar emas kehidupan, di balik dogma-dogma agama, di balik segelas kopi starbucks, di balik sebuah I-pod, di antara teman-teman yang selalu lambut dan tulus dalam kepura-puraan, di balik rasa benci dan cemburu, di balik rasa rindu dan cinta mati.

Tak pernah punya cukup nyali untuk keluar menatap kehidupan tepat di matanya lalu mengatakan "aku akan mengalahkan engkau". Sampai suatu saat nanti ketika aku menjadikan dia milikku seperti sekarang ketika dia menjadikan aku miliknya.