Wednesday, May 29, 2013

Film sederhana yang berhati besar

(Tulisan ini bukan review, tapi ulasan perasaan.)
“Nama gue Adi, dan gue punya mimpi.” –Reza Rahardian as Adi-
Pernahkah kamu, selesai menonton sebuah film, hatimu terasa besar dan semua masalah menjadi kecil? Karena begitulah perasaanku setelah menonton Finding Srimulat.
Jujur, film ini memang tidak sempurna. Tapi dengan lantang aku berani bilang kalau Finding Srimulat punya hati yang tak kalah besar dengan film-film besar Indonesia lainnya. And I had a really good laugh watching it!
Alasannya adalah; film ini sangat manusiawi karena mengingatkan kita pada dorongan terbesar manusia untuk terus hidup yaitu, mimpi dan untuk apa mimpi itu ada.
Cerita bermula dari seorang Adi yang baru saja kehilangan pekerjaannya. Padahal sebentar lagi istrinya akan melahirkan. Justru pada saat putus asa itu, Adi memilih bukan untuk menyerah atau mencari jalan pintas, ia memilih untuk mengejar mimpinya untuk membawa Srimulat kembali naik panggung.
Film memang bukan realita, tapi realita bisa belajar banyak dari film. Karena inspirasi terbesar sebuah cerita adalah hidup itu sendiri. Dan Finding Srimulat mengajarkanku tentang harapan, tentang mimpi, tentang tidak menyerah, tentang sebesar apa mimpi kita? Tentang pengaruh sebuah mimpi bagi hidup banyak orang ketimbang hanya bagi sang pemimpinya.
Kesederhanaan film ini mungkin salah satu kekuatannya karena mewakili orang-orang biasa yang punya mimpi dan sedang berusaha untuk mewujudkannya. Film ini bukan menjual mimpi, tapi film ini justru manifestasi dari sebuah mimpi.
Kenyataan ironis yang bisa dimaklumi adalah, ketika aku menonton, hanya ada lima orang di dalam satu ruangan teater yang besar itu. Tapi tawa kami berlima berhasil meramaikan kesepian ruangan itu. Begitu juga ketika aku mem-Path kalau aku sedang menonton Finding Srimulat. Banyak sekali orang yang kaget atau bahkan menertawakan. Aku tidak kesal, karena aku mengerti betapa skeptis orang-orang terhadap film Indonesia. Tapi hanya ini yang ingin aku sampaikan kepada mereka, “Ada banyak hal indah dalam hidup yang akan terlewat ketika kita menilai keseluruhan dari sebagian.”
Rasanya sampai sini saja dulu ungkapan perasaan saya. Semoga akan ada sequel Finding Srimulat. :D
Maju terus Film Indonesia!

Wednesday, May 1, 2013

Sendiri pertama kali


Sendiri di sini bukan soal urusan hati, tapi perjalanan. Karena besok, untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, aku akan pergi berlibur sendirian.

Berpergian seorang diri adalah sesuatu yang selalu membuatku penasaran. Dan beberapa jam lagi, rasa penasaran itu akan terjawab. Tapi sekarang perasaanku amburadul; senang, takut, ragu, gak sabar.
Senang karena akhirnya aku punya keberanian untuk menjalankan rencana ini. Kalau selama ini gua hanya bisa berkhayal bagaimana rasanya seorang diri berada di tempat yang asing, sebentar lagi gua akan benar-benar tahu apa rasanya.

Takut. Kesepian mungkin salah satu yang paling mengganggu. Tidak ada teman untuk berbagi lelucon, berbagi obrolan, berbagi nyasar, berbagi pegal, berbagi cerita. Dan ketika malam tiba, tak ada orang yang akan menemaniku melewati malam.

Ragu. Apakah aku bisa betah selama enam hari berada jauh dari teman-teman dan keluarga? Apakah aku bisa berhasil menulis cerita yang menjadi alasan utamaku untuk menyepi? Apakah menjadi berpetualang sendiri akan menjadi seseru apa yang aku bayangkan? Apakah aku akan beli tiket pulang lebih cepat? Apakah aku pergi terlalu lama?

Gak sabar. Berada di tempat paling tenang dan menyenangkan di Pulau Dewata dengan beberapa ide cerita yang siap untuk diterjemahkan dalam kata-kata. Kesempatan mewujudkan ide bisnis yang sudah lama gua impikan. Bertemu dengan orang-orang baru. Melakukan aktivitas-aktivitas baru. Menjelajahi Ubud hingga kepelosoknya, naik sepeda. Menjauh dari segala hiruk pikuk kota dan pekerjaan.

Keempat perasaan ini jadi gado-gado di dalam dada. Resah seperti langit mendung yang baru mau turun hujan. Apa yang akan terjadi besok tak akan ada yang tahu. Yang pasti, aku perlu melakukan ini, agar aku tahu rasanya. Agar nanti ketika tua, aku tak akan bilang ke anak kalau sebetulnya papa ingin tahu rasanya berpergian sendiri. Biar tahu apa yang hidup akan berikan ketika aku lebih mengikuti kata hati daripada logika.

Semua sudah siap, aku tak lagi bisa mundur. Jadi apapun yang terjadi, terjadilah. Aku akan membawa keempat perasaan ini bersama ke Ubud. Perasaan yang mana yang nantinya akan menjadi dominan, kita lihat saja. Pokoknya, kali ini aku tidak hanya omong doing, tapi aku berani melakukan.