Sunday, April 27, 2014

Manusia dan Manusia

-->
Ada yang rasanya dingin di dalam sebuah mall besar di daerah Senayan, Jakarta. Bukan ice cream warna-warni yang dijual di etalase kaca, bukan juga AC yang menyembur. Melainkan sebuah mesin direktori yang baru dan mutakhir.
Mesin direktori itu menggunakan layar sentuh dengan tampilan peta lokasi 3D dan canggihnya lagi bisa mencetak petunjuk arah dan patokan jelas pada secarik kertas yang isinya seperti bertanya kepada seorang satpam (dari sini belok kiri setelah restoran A, lurus ke outlet B, belok kanan).
Sangat ringkes dan efisen. Begitu mudahnya sehingga ia seperti seorang manusia. Seperti manusia – justru sifatnya yang menyerupai tapi tak sama itulah yang menyesatkan.
Bukan fisik yang tersesat, tapi jiwa yang terletak jauh di dalam. Kemanusiaan hilang arah, kering makna. Hubungan antar manusia menjadi tak penting, remeh. Orang jadi tak perlu lagi bertanya kepada orang lain.
Karena mungkin dipikirnya manusia lebih berpotensi untuk eror ketimbang mesin. Orang bisa lupa atau sok tahu sedangkan mesin tidak memiliki ego.
Pada masa di mana orang lebih senang berdialog dengan gadget dan lebih nyaman bersosialisasi di dunia maya, mesin direktori super efisien ini menjadi sebuah personifikasi yang miris.
Seolah-olah manusia tidak butuh manusia lain untuk bisa mencapai tujuan. Kita jadi lebih percaya pada hal-hal yang mekanik daripada yang berdarah-daging. Toleransi akan kesalahan manusia melemah. Orang seringkali diharapkan menyerupai mesin. Harus cepat dan tidak boleh salah.
Padahal dari kesalahan kita baru bisa be-re-vo-lu-si dan ber-e-vo-lu-si. Kalau semua hal selalu tanpa cacat, maka tidak akan ada ruang untuk tumbuh. Kesalahan adalah luka begitu perih yang mendorong manusia untuk menjadi lebih baik.
Namun bukan berarti kita harus menutup diri dari kemajuan jaman. Suka atau tidak dunia akan terus maju. Diam tertinggal. Menutup diri terasingkan. Suka atau tidak, kita harus suka.
“There are just too many things we have to think about everyday, too many new things we have to learn. But still, no matter how much time passes, no matter what takes place in the interim, there are some things we can never assign to oblivion, memories we can never rub away.” –Haruki Murakami-
Ini adalah kutipan sebuah novel Haruki Murakami. Penulis kelahiran Jepang ini bicara tentang kenangan. Bila kenangan itu kita andaikan sebagai manusia, maka bisa dikatakan sehebat-hebatnya teknologi, kita tetap tidak bisa mengacuhkan keterikatan terhadap sesama. Teknologi meminimalisir kesulitan, tapi kepedulian manusia terhadap manusia lainlah yang mendorong terciptanya sebuah teknologi yang bisa memudahkan hidup manusia dari berbagai kesulitan.
***