Tuesday, September 23, 2008

Kenapa susah?

Jujur. Kenapa susah?

Kenapa selalu dianggap sepele?

Padahal sudah dari kecil diajarin

Dicekokin sampai muntah-muntah

Tapi kenapa tetap gak jujur?

Lantas buat apa belajar?

Kalau bisanya cuma omong besar

Sama sendiri aja terus mendua

Setiap ada yang memiliki

Diam-diam memendam damba

Sembunyi-sembunyi mengambil jatah

Kalau sudah begitu,

Lebih baik pantang berikrar

Tebang pohon yang mengukir jejak

Simpan panji-panji yang meneriaki janji

Jalani dulu semua

Searah kemana angin bertiup

Sambil mencari hingga menjadi pasti

Karena jujur butuh waktu

Dan pengorbanan yang gak sedikit

Memang serakah sudah mendasar

kadang keras, kadang selaras

hidup adalah lalu lintas dua arah

yang berantakan

ketika tak ada yang mengalah

Monday, September 22, 2008

Reuni sekilas lalu

Kata orang ada tiga hal yang bisa membuat kita berkumpul dengan teman-teman lama; pernikahan, kelahiran, dan kematian. Tapi malam itu, di sebuah restoran khas asia minimalis di belakang Jalan Thamrin, 10 orang berkumpul kembali atas nama penderitaan.

Walau tidak lagi dipenuhi keluhan dan umpatan tentang "dia yang namanya malas disebut", kami tetap berbagi tawa dan cerita (baca: gosip) :p. Entah hanya gua atau semua, tapi rasanya tidak lagi seseru dulu, ketika kita masih sama-sama berjuang. Hal itu bukan karena intensitas pertemuan yang renggang, tapi lebih karena kebersamaan yang dulu terasa utuh, telah gumpal di sana-sini. Si ini sudah bermusuhan dengan si itu yang tadinya bersahabat seperti wortel dan buncis. Beberapa orang tidak bisa datang, ada yang sakit, masih lembur, dan beberapa yang mungkin memang malas.

Apa mungkin karena yang menyatukan kita adalah penderitaan jadi "lem nya" kurang rekat. Atau mungkin, memang intensitas waktu saja yang berperan. Akhhh... males mikirnya!

Memang tak banyak kenangan yang bisa disimpan dari malam itu, selain beberapa foto yang kini sudah tepampang di facebook atau friendster para pelakonnya. tapi ada satu harapan yang diam-diam gua titipkan pada rasi bintang di langit cerah malam itu, semoga suatu saat nanti bila reuni ini akan terulang, kita semua bisa berkumpul bersama seperti dulu, tanpa dendam tanpa basa-basi, dan hanya sedikit "dia yang namanya yang malas disebut."

Friday, September 19, 2008

love is abnormal

It's strange how love can make us do some crazy shitty things. Some people may say we are weird, but for some others, they might call it sincerity. But who are they to judge? it's our feeling, our spark of emotion. We cannot tolerate any prejudice to spoil what make days seems so warm and colorful. Were they in love before? Have they ever wanted, so desperately to become an important story in somebody's life? or they just blinded by this thing call normality? Where as, life has never been that simple. Life would be boring if everything just falls in to the right place.

Love never mean to hurt if it just only a stare, if it only just a hello, or a smile, or a simple walk to to the door. It just love, for god sake! aren't we suppose to fight the opposite of it? so why do they isolate people for loving someone? Is it because how we show it? if it is, I'm sorry for i will never be you.

And now i said to all of you, I'm a strange person when I'm in love. True love would make me do some silly things but never to push that someone into agony.

Dedicated to all of you that feels love is a normal thing, and to some people that feels they are not good enough to love and be loved just because they are different.

Thursday, September 18, 2008

Renovated



Ketika banyak orang berbondong-bondong pindah ke rumah baru, aku memilih untuk merenovasi saja. Aku lukiskan rasa di dinding-dinding rumahku, ku hiasi dengan sewarna yang ikut membentuk aku menjadi aku, dan ku sematkan juga harapan-harapan baru di kusen di atas pintu, untuk menolak bala.

Inilah rumah lamaku yang menjadi baru. Silahkan berkunjung, mohon maaf bila suguhannya hanya sederhana, tapi itu tulus tak ternyana.

Selamat datang! ;)

Sunday, September 7, 2008

Sombong apa, sombong apa, sombong apa sekarang?

Sombong, semua orang pasti punya sifat ini. Yang membedakan hanya berat kandungannya dalam sifat kita. Bersama dengan perjalanan hidup, mengenal banyak orang dan menjadi intim dengan diri sendiri, gua sadar kalau kesombongan itu memiliki berbagai rupa.

Kesombongan pertama gua beri nama, hm… “sombong nyaring”. Kenapa? Karena biasanya orang yang dipengaruhi sifat ini, sadar atau tidak, vocal –nya lebih keras daripada aksi, semata-mata hanya untuk menutupi kelemahan diri, yang mereka sendiri gak punya nyali untuk menghadapinya. Biasanya orang seperti ini selalu ingin menang, senang jadi perhatian, dan bahagia bila ada teman atau orang yang menderita atau bisa diinjak-injak. O iya, satu lagi, semisal suatu hari si “sombong nyaring” ini berhasil berprestasi, walau hanya menang lomba kerupuk sekalipun, dia akan langsung mendongakkan kepala tinggi-tinggi memperlihatkan jenjang lehernya sambil melirik orang lain dengan kebanggaan kosong dari balik hidungnya. Seakan-akan dia baru saja memenangkan emas di olimpiade (kayaknya yang menang di olimpiade gak segitunya juga deh). Lalu jalan petantang-petenteng layaknya centeng.

Kesombongan kedua gua sebut “sombong ciut”. Kesombongan yang satu ini biasanya berjangkit pada orang-orang yang kurang optimis dalam menghadapi hidup, merasa hidup mereka selalu lebih malang daripada orang lain. Lebih takut menjadi orang tolol daripada keliatan tolol, merupakan ciri-ciri lainnya. Selain itu, kalau dikasih tanggung jawab mereka akan selalu bilang, sambil malu-malu, “akhh… jangan gua deh, gua kan bego, lo aja deh.” Sambil menunjukan ekspresi sok iklas yang berharap untuk dipaksa-paksa. Dan nanti ketika tanggung jawabnya diambil orang lain, si “sombong ciut” yang menyesal setengah mati di dalam hati, akan menusuk dari belakang dengan bermacam kritik tajam yang mengada-ada.

Kesombongan ketiga adalah “sombong inspiratif”. Sombong tipe ini adalah kesombongan yang biasanya hanya dimiliki para aristocrat, guru besar, dan orang-orang dengan prestasi nyata. Kesombongan ini biasanya gak akan membuat orang lain jengah dan tidak nyaman. Justru “sombong inspiratif” ini akan menimbulkan kekaguman seperti medan magnet yang membuat banyak orang jadi mau dekat-dekat. Biasanya mereka yang memiliki kesombongan ini terlihat angkuh dan dingin dari luar, padahal mereka adalah tipe orang-orang berjiwa besar yang selalu mengulurkan tangan dan menulari ilmunya pada kita-kita yang sungguh-sungguh mau belajar.


Yang manakah kesombongan Anda? Anda bebas memilih satu, dua atau bahkan tiga-tiganya sekaligus.
Tapi itu kalau Anda masih sempat dan punya niat untuk memilih.

Monday, September 1, 2008

Menjadi optimis di kandang buaya

Satu orang lagi melangkah pergi, walau tak pasti apakah menuju ke keberhasilan atau malah terjebak siksaan lainnya. Kadang gua berpikir kapan ya giliran gua melangkah keluar dari pintu putih kusam itu dan tak kembali. meninggalkan segala resah dan kesal dengan hati yang senang. tanpa ada pertikaian atau dendam. melupakan yang sudah, menjemput apa yang akan.

Tapi gua gak mau lari dan menjadi buta karena terburu-buru. Karena gua tahu gua pasti akan tersandung dan jatuh ke dalam lubang yang sama bahkan lebih dalam dan gelap. Gua mau keluar dengan kepastian. kalau pun gua harus pindah dari kandang buaya ke kandang harimau, gua mau melakukannya dengan keyakinan dan mata yang terbuka lebar. Bukan pakai nafsu lantas membutakan nurani. Walau jujur aja, kadang gua sering putus asa dan merasa satu-satunya jalan adalah menjadi seperti perjaka tua yang kebelet kawin, asal ada yang mau langsung disikat. Untungnya gua cepet sadar dan kembali ke prinsip, "kalau bukan agency (tanpa melihat ukuran) yang bisa buat gua menjadi lebih tajam, gua gak akan lompat.

Gua juga gak bisa asal angkat jari dan nuding-nuding menyalahkan Bos atau orang-orang disekitar, gak juga sistem apalagi nasib atas keadaan yang ada. Karena ini hidup gua, I'm the captain of my destiny (there's sumthin gay bout this phrase, isn't it? :)). Sekarang pilihannya tinggal terus berjuang dan optimis walau sekarang gua berada di kandang buaya. Seperti kata Bapak Abraham Lincoln,I will study and get ready, and perhaps my chance will come atau seperti kata Om geoge Gribbin, "A writer should be joyous, an optimist... Anything that implies rejection of life is wrong for a writer".