Wednesday, July 23, 2014

Sesekali lepaskan saja!


Lepasinn .lepasin semua. Biarkan jemari menggila di atas keyboard. Bahkan ga sambil melihat layar laptop. Semua menjadi sesuka hati aja. Salah bebenar belakangan aja. Persetan dengan semua yang ada di dunia ini. persetan dengan semua orang yang negatif. Persetan dengan diriku yang juga seperti mereka. Lepaskan semua. Biarpun nanti itulisan ini cuma jadi sampah. Tapi kadang kita harus melepoaskan. Jangan lagi memenjarakan perasaan. Baiarkan sesekali ia meliar./ lepas kendali. Tanpa tali kekang. Seperti anjing yang di bawa jalan pertam kali. tak ada aturan. Pergi ke mana insting membawanya. Pergi. Pergi dari semua norma. Pergi dari hal hal yang kamu takutkan. Pergi dari anggapan orang. Pergi dari dunia yang palsu ini. hidup adalah persepsi. Persepsi yang membuat kita dibui. Takut dianggap jelek,. Takut dibilang salah. takut sendiri. gak punya teman. Tapi teman buat apa b? yang penting sahabat. Orang yang bisa menerima dirimu meski saat kamu sedang lepas, atau kelepasan. Lebih baik punya satu sahabat daripada 1000 teman palsu.

Thursday, July 17, 2014

Pagi

-->
AC berderu lemah dan monoton. Udara dingin menyayat kulit tak berselimut. Tas hitam di lantai kamar ditangkap ekor mata seperti kepala tak berbadan. Sayup-sayup terdengar suara seorang wanita menyanyikan sebuah lagu mandarin dari radio kecil milik Papa. Nadanya mendayu-dayu. Suara penyanyinya merintih. Aku tak mengerti apa artinya, tapi aku bisa merasakan kesedihannya. Musik sember dari speaker “ember” milik tukang roti keliling mencemari pagi. Di antaranya, keponakanku menjerit menangis mencari perhatian. Pompa air berderu kasar seperti seorang tua sedang berusaha mengeluarkan dahak dari dalam tenggorokannya.
Suara-suara memang selalu memperebutkan pagi di tempat ini. Kadang terlalu. Namun aku tahu akan merindukan pagi yang bising ini ketika nanti tinggal sendiri. Namun aku akan punya pagi yang lain. Pagi yang baru. Pagi yang aku nantikan sejak setahun yang lalu. Pagi yang tidak diperebutkan. Pagi yang hanya menjadi milikku seorang.

Friday, July 11, 2014

Malam Berbahasa

Malam berbahasa. Meski tak lantang dan tak menantang seperti siang. Sayangnya sebagian besar orang tak peduli. Mereka tenggelam dalam gesa bersama langkah-langkah panjang dan wajah-wajah lelah. Padahal, seandainya mereka mau berhenti sejenak untuk mengamati dan mendengarkan derunya, gemerlap lampu-lampunya, gang-gang sepi yang menyimpan misteri, derak langkah kucing di genting, sepoi angin, dan bagaimana dedaunan berbisik seperti orang-orang sirik, maka mereka akan bisa mendengar malam menembang, tentang sebuah kisah yang lahir pada saat gelap dan berakhir dengan gelap.

Sunday, July 6, 2014

Sebuah Catatan Tentang Fanatisme


Banyak teman saya mengingatkan agar saya tidak terlalu fanatik kepada salah satu calon presiden. Hal itu membuat saya berpikir, apakah benar saya fanatik? Setelah saya rasakan, ternyata benar. Saya memang fanatik. Kalau boleh meminjam ungkapan pendukung sepak bola Italy, saya adalah Tifosi. Tapi fanatisme saya bukan ditujukan kepada salah satu calon presiden, tapi kepada sebuah negeri yang nantinya akan dipimpin oleh presiden tepilih.

Indonesia harus baru. Indonesia harus maju. Itu saja yang berputar-putar di dalam kepala saya dari masa awal kampanye dimulai sampai detik ini. Seandainya ada calon no 3 yang lebih baik dari no1 dan no 2, saya akan sepenuh hati memilihnya.

Sayangnya untuk sekarang, buat saya hanya calon no 2 yang terbaik untuk memimpin negeri ini. Orang itu sudah punya karya yang jelas, yang jelas-jelas berguna bagi banyak orang. Jadi saya tanpa ragu mengatakan saya fanatik dengan no 2.

Negeri ini butuh generasi baru bila ingin maju. Generasi baru yang bukan berasal dari yang baru di masa lalu.

Sebagai penutup saya ingin mengatakan:

Fanatisme itu perlu. Tak ada yang salah dengan Fanatisme, yang salah adalah persepsi Anda. Jadi jangan minta orang lain untuk tidak bersikap fanatik kalau Anda sendiri belum benar-benar paham artinya.