Monday, August 24, 2009

Makan sekaligus "melarikan diri"



Siapa sangka, di belakang salah satu hotel termewah di daerah kuningan - Jakarta, tepatnya di bilangan setiabudi tengah no 11, di antara rumah-rumah sederhana, terdapat sebuah rumah makan unik cita rasa Indonesia yang akan membuat lidah Anda jingkrak-jingkrak.

Tidak terlalu sulit untuk menemukan rumah makan ini, cari saja patung mbah (panggilan nenek bagi orang Jawa) yang sedang berdiri satu kaki atau berjingkrak sambil tersenyum iseng. Lalu di atas beranda terdapat plang besar yang bertuliskan “Mbah Jingkrak”. Rasanya sulit untuk tidak tersenyum geli ketika kita pertama kali melihat tampilan luar rumah makan ini.

Begitu masuk pintu yang bernuansa putih, kita langsung disambut dengan seperangkat gamelan dan beberapa aksen batik dan wayang. Nuansa Jawa Tengah yang ramah dan tenang langsung mengena di hati. Melangkah masuk ke dalam restoran ini rasanya seperti pulang ke rumah.

Masuk lebih dalam lagi, kita akan melihat display makanan yang berjajar, tapi hati-hati lepas kendali, karena semuanya terlihat nikmat. Saya sendiri nyaris kalap. Untung saja perhatian saya tercuri ketika melihat deretan minuman selamat datang dalam gelas-gelas kecil menarik yang bisa diambil, gratis. Ada wedang jahe, beras kencur, dan berbagai macam minuman tradisonal lain.

Nama-nama menu makanan dan minuman yang tersedia cukup "iseng" seperti Ayam goreng rambut setan (sambalnya yahuuud), es kolor hijau (slasi, kelapa, lime) dan lainnya. Rasanya pun tak kalah unik dan enak. Bagi Anda pecinta makanan pedas, di sini lah surganya. Tak salah bila rumah makan ini dinamakan “Mbah Jingkrak”, karena siapa makan di sini, pasti akan jingkrak-jingkrak kepedasan.

Masuk lebih dalam lagi ke dalam rumah makan ini, merupakan petualangan tersendiri. Mulai dari kamar - kamar yang dijadikan ruang makan dengan tata ruang rumah jawa jadul (Jaman Dulu) sampai ruang belakang rumah yang disulap menjadi ruang makan dengan meja-meja kayu panjang. Sampai di sini pun, nuansa Jawa Tengah masih kental terasa.

Dengan menyeberangi kolam renang melalui jembatan kayu merah seperti jembatan dalam lukisan-lukisan cina jaman dulu, kita akan sampai ke perkarangan dalam rumah bernuansa asri lengkap dengan pohon dan deru air terjun dari samping kolam renang. Seperti berada di alam bebas, sejuk dan menenangkan. Di tengah ketenangan alam ini, kita juga bisa menyantap makanan. Baik di pelataran atau di sebuah gazebo di samping kolam renang. Sangat cocok untuk pergi bersama orang-orang terdekat.

Petualangan tak berhenti sampai di sana, di samping belakang rumah ini kita bisa melihat tulisan “Roller Skate” pada dindingnya. Bila kita dekati, ternyata tulisan itu disusun dari roda-roda roller skate berwarna-warni yang tergantung pada paku. (selidik punya selidik ternyata anak pemilik rumah makan ini adalah seorang atlet). Di sebelahnya terdapat perpustakaan yang berisi berbagai jenis buku-buku bernuansa islami, politik dan pengembangan diri.

Harga makanan dan minumannya cukup bersahabat. Untuk sepotong ayam sekitar 13.000 rupiah dan minuman seperti kolor ijo hanya 10.000 rupiah.

Makan di Mbah Jingkrak tidak hanya memberikan pengalaman kuliner yang unik, tapi kesempatan untuk melarikan diri dari kesibukan hidup sehari-hari.

Monday, August 10, 2009

Swine flu attack!

Pernah gak kamu melihat suatu bencana di TV atau membacanya di koran, lalu dalam benakmu kamu berpikir, gak mungkin lah kamu bisa tertimpa bencana seperti itu. Kalau pernah kamu berpikir macam itu, hati-hati, because you’ll never know.

Belakangan ini bencana virus penyakit yang paling trendy dan happening adalah swine flu, atau flu haram, begitu gua dan teman-teman kantor menyebutnya. Dan gak peduli seberapa sering gua mendengar berita dan celotehan orang tentang wabah ini, Cuma ada satu keyakinan atau mungkin keacuhan gua, yaitu… dari 200 juta lebih orang di Indonesia, gak mungkin lah gua begitu sial hingga tertular. Keyakinan ini didukung pengalaman ketika booming-nya wabah flu burung, toh gua tetap makan ayam nasi uduk di pinggir jalan, hasilnya, gak ada tuh flu burung yang menclok di tubuh gua. Jadi kenapa gua harus khwatir bakal ketularan flu haram?

Hingga akhirnya, kira-kira seminggu yang lalu tiba-tiba gua sakit. Gejalanya mirip flu biasa. Bedanya, rasa ngilu mulai dari ujung jidat sampai ujung jempol kaki. Ditambah, gua harus melewati malam-malam menyakitkan karena mengigil. Tapi dengan tidak sedikit pun curiga swine flu, gua merasa ini pasti karena kelelahan. Mengingat, selama tiga bulan terakhir ini, hampir 2 bulan gua lembur setiap hari. Saking yakinnya gua, atau mungkin cuek, gua gak mau ke dokter. Gak perlu. Cukup tidur cukup dan minum obat biru (bukan obat yg itu ya), besok gua pasti balik sehat dan siap untuk, meminjam slogan bos gua, Rock n roll! Lagi. Tapi setelah tiga hari gak sembuh-sembuh, akhirnya gua nyerah juga dan terpaksa menggelandang diri sendiri ke rumah sakit.

Pas ketemu pak dokter, yang mirip bintang film Taiwan, dan menurut nyokap gua ganteng (hihihihi), beliau (ceileh) meminta gua periksa darah dengan kata-kata pamungkas yang gak nyaman di telinga gua. kalau badannya panas gini, bisa demam berdarah atau swine flu?” Apa!? Gak salah tuh dok? gak ada pilihan yang lebih sadis? Langsung aja gua takut kena demam berdarah. Sedangkan swine flu? Hm… gak terlalu kepikiran sih.

Di ruang cek darah, gua duduk di sebuah bangku kulit yang empuk dan nyaman, walau gua sama sekali gak bisa menikmati karena sibuk membayangkan jarum yang akan menembus nadi gua dan menyedot darah yang sedang mengalir deras di dalamnya. Langsung begitu jarum silver dingin itu menembus nadi gua, darah merah tua segar (yang sedang terkontaminasi virus sih :p) mengalir keluar lewat selang kecil berliku-liku seperti main halilintar di dufan dan langsung menyembur keluar ke dalam sebuah tabung kaca kecil seukuran jari telunjuk orang dewasa. Seperti mengisi air dari dispenser. Habis itu, dengan sopan, si suster bilang akan mengambil sempel ingus gua dengan mencolokan sebuah cotton butt raksasa ke dalam hidung gua yang seksi ini. ouuuuch! Damn it! So hate hospital!

Habis itu nunggu satu jam untuk tahu hasilnya. Begitu dapat langsung buru-buru gua ke dokter, bukan karena kebelet banget pengen tahu hasilnya, tapi karena mau buru-buru pulang tidur karena kepala gua berat banget rasanya dan AC di Rumah sakit itu dingin banget sampe buat gua mengigil gila. Kayak ada di dalam kulkas rasanya. “Rumah sakit kan untuk menyembuhkan orang sakit, bukan untuk menyiksa. Kecilin kek AC nya!” tentu makian ini hanya lantang gua teriakan di dalam hati. Ketika akhirnya ketemu lagi sama si dokter titisan bintang film Taiwan ini, dia, dengan wajah dingin sedingin AC di Rumah sakit ini bilang…

Dokter mirip bintang film Taiwan: (bertanya begitu gua mendaratkan pantat montok ini ke bangku) temen kamu ada yang baru datang dari Singapore?

Gua: hah? Gak ada dok?

Dokter mirip bintang film Taiwan: kamu baru dari Singapore?

Gua: kagak juga tuh dok. Rencananya sih mau dok, tapi nanti kalau ada uang dan waktunya.

Dokter mirip bintang film Taiwan: kamu positif flu.

Gua: (bingung) flu? Flu apa dok? (mulai panik gak jelas)

Dokter mirip bintang film Taiwan: (masih dengan muka dinginnya) sewine flu.

Gua: (cengo campur syok) apa? Sewine flu? (mulai panik yang jelas)

Dokter mirip bintang film Taiwan: Iya… nih (sambil menunjuk ke lembaran hasil tes darah) kamu positif.

Gua: AKHHHHHHHHHHHH! ANJRIIIIIIIIT! MAMPUSSS LAH GUAAAAA! DOKTER! SELAMAT KAN AKU! ANO HASEO! (Whatever that means).

Hasilnya, gua harus istirahat seminggu. Gak boleh ngantor, padahal lagi banyak kerjaan. Hadoooh! Dan setiap hari gua harus menegak 6 macam obat rupa-rupa warna dan bentuknya setiap pagi, siang dan malam. Akhhhh! Mampus deh gua. Apakah ini karma, karena gua gak terlalu doyan makan babi! TIDAAAAAAK!

Morals of the story:
1. Never say never!
2. Always prepare for the worst
3. Never look at the process when your blood taken

Sekian dan terima kasih. Salam flu haram. Ngooook!