Pada satu sore di bulan Oktober, aku bertemu dengan seorang
wanita yang tak bisa lepas dari mataku. Kami tidak berkenalan, tidak juga
berkomunikasi. Setidaknya, tidak secara langsung. Mata kami menyapa. Bahasa tubuh kami berbincang. Ia bukan wanita yang luar biasa cantik. Bahkan menurutku ia
sedikit aneh atau sedikit keluar dari relnya.
Dari nametag-nya aku tahu ia bernama Natasha. Ia bekerja
sebagai pelayan di sebuah kedai kopi. Tubuhnya tidak tinggi semampai, lengannya
cukup besar, buah dadanya kecil, dan ia memakai celana panjang yang kebesaran
sekaligus kependekkan sehingga sedikit mengatung di atas mata kakinya. Rambutnya
diikat buntut kuda dengan ikat rambut merah muda. Wajahnya tampak seperti orang
Jepang dengan kulit putih, mata sedikit sipit, dan bibir tipis.
Bila kamu bertanya kenapa aku tidak bisa berhenti
menatapnya, aku juga tidak tahu jawabannya. Ada sesuatu, jelas ada sesuatu yang
membuatnya begitu menarik. Hanya saja aku tidak bisa menggambarkannya. Ini murni perasaan yang tak berbentuk. Ia bisa dirasakan tapi tidak bisa dijelaskan.
Jadi begitu saja aku menikmati memandangnya dari sudut
tempat aku duduk. Tak ada keinginanku untuk mengenalnya lebih dekat atau
bertanya sampai jam berapa shift kerjanya. Seperti ini saja cukup; dua orang
asing yang saling mencuri pandang dan masing-masing menyimpan tanda tanya
tentang siapakah sebenarnya orang yang sudah memerangkap mata.