Friday, December 26, 2008

Harga turun, buku-bukunya pun turun sampai jadi alas kaki

Malam itu, di sebuah toko buku kenamaan tanah air, yang katanya terbesar se-asia tenggara sampai-sampai peresmiannya dilakukan langsung oleh bapak presiden kita, orang-orang rela berjubelan untuk berburu buku. Iming-iming diskon sebesar 30% cukup untuk membuat warga jakarta jadi khilaf, seperti ketika ada lelang besar-besaran di zara, mango, dan butik-butik sekelasnya.


Melihat hal ini, dalam hati gua berucap syukur, ternyata sekarang sudah banyak orang yang tak lagi malas membaca. Tapi di sisi lain, melihat buku-buku bertebaran di lantai, diinjak-injak seperti karpet, ditambah lagi bagaimana orang mengambil sebuah buku, lalu melemparkannya kembali seperti seonggok sampah ketika ia menemukan buku itu tidak sesuai seleranya, membuat gua terenyuh, apa mereka sungguh-sungguh suka membaca? karena dalam kesungguhan menyukai sesuatu, seharusnya ada perasaan sayang dan menghargai. Atau jangan-jangan, karena membaca sudah menjadi life style yang dikejar-kejar banyak orang. dengan membaca kita seakan-akan exist banget. "kita membaca, maka kita exist". Jadi orang-orang yang tadinya gak suka membaca jadi memaksakan diri untuk membaca demi alasan gak mau ketinggalan trend, bukan karena ia suka membaca.


Jujur saja, beberapa kali gua sendiri juga sempat menginjak buku-buku yang berserakkan mengarpeti lantai. Bagaimana tidak, wong di beberapa area, kemana pun gua meletakkan langkah, selalu ada buku-buku bertebaran. Kecuali gua bisa melayang, rasanya sulit untuk tidak menginjak. Setiap kali gua menapakkan kaki di sebuah buku, seakan gua bisa mendengar rintihan pilunya. Sekilas gua berpikir, apa rasanya jadi sang penulis yang telah bersusah payah menulis buku, tapi malam itu jerih payahnya, buah pikirannya, keringatnya, dinjak-injak begitu saja.


Masih terngiang di kepala gua, bagaimana orang tua kita dulu memperingatkan untuk menghargai buku. Buku jangan diinjak! Buku jangan diduduki, atau kamu bisa bisulan (egh... bukannya bantal tuh? :p). Terlepas dari bagaimana salahnya mereka mengajar dengan berbohong, intinya mereka berusaha mengajarkan kita untuk menghargai buku.


Sesekali gua berusaha memungut buku-buku yang berserakkan di lantai. Andai malam itu gua memakai kemeja putih atau biru muda, mungkin gua akan disangka pegawai toko buku itu. Tapi gua gak peduli dan tetap memungut beberapa buku di bawah gua. Tapi setiap kali gua menyelamatkan sebuah buku, gua melihat jalur di depan gua, masih ada ratusan buku yang berserakkan. dan setiap beberapa langkah, ada saja orang yang menjatuhkan buku lain ke lantai. sigh...


Perubahan memang gak bisa dilakukin sendiri, tapi bisa dimulai dari diri sendiri.


PS: Akhirnya, setelah berkelana beberapa saat menyelamatkan buku-buku di lantai, gua berhasil membeli lima buah novel baru... huahahahha... senangnya...

No comments: