Monday, September 1, 2008

Menjadi optimis di kandang buaya

Satu orang lagi melangkah pergi, walau tak pasti apakah menuju ke keberhasilan atau malah terjebak siksaan lainnya. Kadang gua berpikir kapan ya giliran gua melangkah keluar dari pintu putih kusam itu dan tak kembali. meninggalkan segala resah dan kesal dengan hati yang senang. tanpa ada pertikaian atau dendam. melupakan yang sudah, menjemput apa yang akan.

Tapi gua gak mau lari dan menjadi buta karena terburu-buru. Karena gua tahu gua pasti akan tersandung dan jatuh ke dalam lubang yang sama bahkan lebih dalam dan gelap. Gua mau keluar dengan kepastian. kalau pun gua harus pindah dari kandang buaya ke kandang harimau, gua mau melakukannya dengan keyakinan dan mata yang terbuka lebar. Bukan pakai nafsu lantas membutakan nurani. Walau jujur aja, kadang gua sering putus asa dan merasa satu-satunya jalan adalah menjadi seperti perjaka tua yang kebelet kawin, asal ada yang mau langsung disikat. Untungnya gua cepet sadar dan kembali ke prinsip, "kalau bukan agency (tanpa melihat ukuran) yang bisa buat gua menjadi lebih tajam, gua gak akan lompat.

Gua juga gak bisa asal angkat jari dan nuding-nuding menyalahkan Bos atau orang-orang disekitar, gak juga sistem apalagi nasib atas keadaan yang ada. Karena ini hidup gua, I'm the captain of my destiny (there's sumthin gay bout this phrase, isn't it? :)). Sekarang pilihannya tinggal terus berjuang dan optimis walau sekarang gua berada di kandang buaya. Seperti kata Bapak Abraham Lincoln,I will study and get ready, and perhaps my chance will come atau seperti kata Om geoge Gribbin, "A writer should be joyous, an optimist... Anything that implies rejection of life is wrong for a writer".

No comments: