Banyak teman saya mengingatkan agar
saya tidak terlalu fanatik kepada salah satu calon presiden. Hal itu membuat
saya berpikir, apakah benar saya fanatik? Setelah saya rasakan, ternyata benar.
Saya memang fanatik. Kalau boleh meminjam ungkapan pendukung sepak bola Italy,
saya adalah Tifosi. Tapi fanatisme saya bukan ditujukan kepada salah satu calon
presiden, tapi kepada sebuah negeri yang nantinya akan dipimpin oleh presiden
tepilih.
Indonesia harus baru. Indonesia harus
maju. Itu saja yang berputar-putar di dalam kepala saya dari masa awal kampanye
dimulai sampai detik ini. Seandainya ada calon no 3 yang lebih baik dari no1
dan no 2, saya akan sepenuh hati memilihnya.
Sayangnya untuk sekarang, buat saya
hanya calon no 2 yang terbaik untuk memimpin negeri ini. Orang itu sudah punya
karya yang jelas, yang jelas-jelas berguna bagi banyak orang. Jadi saya tanpa
ragu mengatakan saya fanatik dengan no 2.
Negeri ini butuh generasi baru bila
ingin maju. Generasi baru yang bukan berasal dari yang baru di masa lalu.
Sebagai penutup saya ingin mengatakan:
Fanatisme itu perlu. Tak ada yang salah
dengan Fanatisme, yang salah adalah persepsi Anda. Jadi jangan minta orang lain untuk
tidak bersikap fanatik kalau Anda sendiri belum benar-benar paham artinya.
No comments:
Post a Comment