Lepasinn .lepasin semua. Biarkan jemari menggila di atas
keyboard. Bahkan ga sambil melihat layar laptop. Semua menjadi sesuka hati aja.
Salah bebenar belakangan aja. Persetan dengan semua yang ada di dunia ini.
persetan dengan semua orang yang negatif. Persetan dengan diriku yang juga
seperti mereka. Lepaskan semua. Biarpun nanti itulisan ini cuma jadi sampah. Tapi
kadang kita harus melepoaskan. Jangan lagi memenjarakan perasaan. Baiarkan
sesekali ia meliar./ lepas kendali. Tanpa tali kekang. Seperti anjing yang di
bawa jalan pertam kali. tak ada aturan. Pergi ke mana insting membawanya. Pergi.
Pergi dari semua norma. Pergi dari hal hal yang kamu takutkan. Pergi dari
anggapan orang. Pergi dari dunia yang palsu ini. hidup adalah persepsi. Persepsi
yang membuat kita dibui. Takut dianggap jelek,. Takut dibilang salah. takut
sendiri. gak punya teman. Tapi teman buat apa b? yang penting sahabat. Orang yang
bisa menerima dirimu meski saat kamu sedang lepas, atau kelepasan. Lebih baik
punya satu sahabat daripada 1000 teman palsu.
Wednesday, July 23, 2014
Thursday, July 17, 2014
Pagi
-->
AC berderu lemah dan monoton. Udara dingin menyayat kulit
tak berselimut. Tas hitam di lantai kamar ditangkap ekor mata seperti kepala
tak berbadan. Sayup-sayup terdengar suara seorang wanita menyanyikan sebuah
lagu mandarin dari radio kecil milik Papa. Nadanya mendayu-dayu. Suara
penyanyinya merintih. Aku tak mengerti apa artinya, tapi aku bisa merasakan
kesedihannya. Musik sember dari speaker “ember” milik tukang roti keliling
mencemari pagi. Di antaranya, keponakanku menjerit menangis mencari perhatian.
Pompa air berderu kasar seperti seorang tua sedang berusaha mengeluarkan dahak
dari dalam tenggorokannya.
Suara-suara memang selalu memperebutkan pagi di tempat ini.
Kadang terlalu. Namun aku tahu akan merindukan pagi yang bising ini ketika
nanti tinggal sendiri. Namun aku akan punya pagi yang lain. Pagi yang baru.
Pagi yang aku nantikan sejak setahun yang lalu. Pagi yang tidak diperebutkan.
Pagi yang hanya menjadi milikku seorang.
Friday, July 11, 2014
Malam Berbahasa
Malam berbahasa. Meski tak lantang dan tak menantang seperti
siang. Sayangnya sebagian besar orang tak peduli. Mereka tenggelam dalam gesa bersama
langkah-langkah panjang dan wajah-wajah lelah. Padahal, seandainya mereka mau
berhenti sejenak untuk mengamati dan mendengarkan derunya, gemerlap
lampu-lampunya, gang-gang sepi yang menyimpan misteri, derak langkah kucing di
genting, sepoi angin, dan bagaimana dedaunan berbisik seperti orang-orang sirik, maka mereka akan bisa
mendengar malam menembang, tentang sebuah kisah yang lahir pada saat gelap dan
berakhir dengan gelap.
Sunday, July 6, 2014
Sebuah Catatan Tentang Fanatisme
Banyak teman saya mengingatkan agar
saya tidak terlalu fanatik kepada salah satu calon presiden. Hal itu membuat
saya berpikir, apakah benar saya fanatik? Setelah saya rasakan, ternyata benar.
Saya memang fanatik. Kalau boleh meminjam ungkapan pendukung sepak bola Italy,
saya adalah Tifosi. Tapi fanatisme saya bukan ditujukan kepada salah satu calon
presiden, tapi kepada sebuah negeri yang nantinya akan dipimpin oleh presiden
tepilih.
Indonesia harus baru. Indonesia harus
maju. Itu saja yang berputar-putar di dalam kepala saya dari masa awal kampanye
dimulai sampai detik ini. Seandainya ada calon no 3 yang lebih baik dari no1
dan no 2, saya akan sepenuh hati memilihnya.
Sayangnya untuk sekarang, buat saya
hanya calon no 2 yang terbaik untuk memimpin negeri ini. Orang itu sudah punya
karya yang jelas, yang jelas-jelas berguna bagi banyak orang. Jadi saya tanpa
ragu mengatakan saya fanatik dengan no 2.
Negeri ini butuh generasi baru bila
ingin maju. Generasi baru yang bukan berasal dari yang baru di masa lalu.
Sebagai penutup saya ingin mengatakan:
Fanatisme itu perlu. Tak ada yang salah
dengan Fanatisme, yang salah adalah persepsi Anda. Jadi jangan minta orang lain untuk
tidak bersikap fanatik kalau Anda sendiri belum benar-benar paham artinya.
Subscribe to:
Posts (Atom)