Monday, June 20, 2011

grumpy go unlucky

Dua jam lagi hari sabtu akan berakhir, namun jalanan masih disesaki kendaraan seakan-akan malam masih muda. Aku mengendarai mobil dengan santai di daerah pasaraya manggarai yang macet karena arah ke saharjo ditutup. Sepertinya ada kawinan warga.

Jalanan di depan Pasaraya yang seharusnya muat tiga mobil menjadi hanya dua jalur karena “dimakan” angkutan umum yang nangkring sembarangan. Ketika aku sedang maju perlahan di sebelah sebuah kopaja, tiba-tiba dari sebelah kiri, sebuah motor muncul. Sadar kalau tidak muat, motor itu pun berhenti mendadak. Sedangkan aku sudah terlanjur menginjak gas. Alhasil, spion mobilku menabrak spion motor itu. Dan itu adalah awal perjumpaan pertamaku dengan si orang gila.

Brak! Brak! Brak! Dia menggebrak pinggul mobil seperti sedang menampar pipiku. Otomatis aku berhenti, dan si orang gila menghampiri jendela mobil. Matanya melotot seperti mau copot, garis-garis wajahnya tertarik tegang seolah-olah mukanya akan pecah. Suaranya menggelegar penuh kemarahan. Emosiku yang awalnya terpancing tiba-tiba diprotes logika, “eh cuy! Ngeladenin orang gila Cuma bikin loe ikut gila!”. Akhirnya aku mengalah dan memilih untuk jalan terus meninggalkan si orang gila ngamuk pada asap knalpotku.

Di sepanjang jalan aku tak habis pikir, kenapa di Negara ini, orang yang salah bisa lebih galak daripada orang yang benar? Setelah mengota-atik otak, aku tidak juga bisa mendapatkan jawaban yang tepat. Aku pun menyerah. tapi sebuah pertanyaan lain lahir, “kenapa gua?” dari 1 juta lebih orang jakarta, kenapa gua, yang ramah dan penyayang binatang ini harus menabrak spion orang gila? Tidak sampai 3 detik pertanyaan absurd ini berhasil menemukan jawabannya.

Pernahkan Anda mendengar happy-go-lucky? Tipe orang yang dipercaya selalu beruntung ini, memiliki energi positif sebesar gunung . Jarang membenci, optimis, dan selalu bahagia. Bukan berarti mereka bebas masalah, tapi entah bagaimana caranya, mereka selalu bisa menjalaninya dengan hati seringan awan dan keyakinan kalau pasti ada jalan keluar. Orang-orang jenis ini adalah makhluk langka, dan menurut saya, mereka wajib dilindungi dan dilestarikan oleh dunia, karena bisa membuat hidup lebih damai.

Berbeda 180°, saya adalah anti-klimaks mereka. Katalis. Saya adalah tipe “grumpy-go-unlucky”. Entah dari kapan, tapi seperti ada energi negatif yang menghisap energi positif di dalam diri, seperti sel darah putih yang rakus melahap sel-sel darah merah. Kadang saya bisa menjadi sangat pemurung dan yang paling parah, “makan dalam” atau suka memendam perasaan.

Hubungan sisi gelap ini dengan kejadian dengan “si orang gila” adalah seperti ini; pernah gak kamu merasa apapun yang kamu lakukan, kok salah semua. Sudah itu, datang pula berbagai jenis kejadian atau orang menyebalkan hingga membuat diri semakin bĂȘte. Semesta punya caranya sendiri untuk mengolok manusia, atau mungkin menyadarkan. Hanya kadang yang dijitak kepalanya tidak selalu langsung mengerti. Kadang kita perlu ditampar.

Seperti hari itu, sore sebelum keluar rumah, mood saya hancur berantakkan tanpa alasan yang jelas. Rasanya semua tidak sedap dipandang dan didengar. Sampai-sampai sisi sarkasku pun bangkit dan menyerang orang-orang yang bicara denganku. Perasaan bĂȘte pun bersarang dan beranak pinak di dalam hati. Rasa ini terus saya bawa sampai di saat saya bertemu dengan “si orang gila”.
--
Besoknya, hari minggu, aku menceritakan peristiwa kemarin malam kepada kedua orang tuaku. Ayah yang selalu memendam khawatir ketika aku mengendarai mobil sendirian, tampak terkejut seketika. Namun ia langsung mengendalikan diri dan berkata kalau lain kali aku harus lebih berhati-hati karena di jalan ada bermacam jenis orang. Ia bercerita tentang sebuah berita dikoran tentang seorang pengendara mobil yang ditembak oleh pengendara motor hanya karena sebuah masalah sepele. Untung pelurunya meleset sehingga tidak ada nyawa yang melayang.

Ayahku adalah tipe orang tua yang suka memberikan nasihat-nasihat ajaib. Seperti jangan pakai telepon rumah terlalu lama, nanti kena radiasi. Tapi siang itu, saat aku emosi akibat mobil disalib bus kota, nasihat pamungkasnya sungguh mengejutkan. ia bilang, kita harus mengerti supir angkutan umum. Setiap hari dipanggang matahari dan diserbu polusi membuat hidup berkali-kali lebih berat. Baru pertama kali dalam hidupku ada orang yang melihat supir-supir beringasan itu dari sisi yang lebih humanis. Padahal, kalau ada daftar manusia-manusia paling menyebalkan di dunia, aku yakin mereka setidaknya menempati urutan ke lima.

Saat itu aku sadar kalau, menjadi grumpy-go-unlucky bisa diobati dengan memiliki hati yang lebih besar. Mungkin kemarin malam si orang gila sedang mengalami hari yang buruk, atau memang kerasnya hidup memaksa orang menjadi keras dan tak perduli. Aku tidak membenarkan tingkah si orang gila. But I believe that we have to choose our battle.

Berusaha mengerti orang lain dan lebih peka pada gejala-gejala semesta yang mungkin sedang berusaha menyadarkanku. Sehingga aku tidak melulu melihat semua hal dengan negatif. hal itu bisa dimulai dengan berhenti menyebut si orang gila, mungkin lebih baik si penyayang motor (karena mungkin sebetulnya dia marah karena ia sangat sayang motornya. Hey! who knows?)

2 comments:

Mario Diwanto said...

It's been a long time ago since the last time I'm playing around in ur blog.
Lucky me, once again I found a great article.
Cool...so imaginative and full of insight.

Hmm... u make me feel missing my writing time, hehe...

Bibirz said...

ayo mar... nulis lagi. gua tunggu yaaa :D