Malam kemarin ketika masih sedang mencari makna pluralisme untuk tulisan ini, tanpa disangka saya menemukan jawabannya di sebuah toko baju distro yang disesaki beratus anak-anak muda berpenampilan serupa.
Karena suasana begitu sesak, saya yang sudah setengah "giting" oleh bau keringat terpaksa beristirahat di salah satu sudut dan mau tidak mau jadi memperhatikan orang-orang di sekitar. Seorang cowok berambut ala anak band lewat di depan saya diikuti beberapa temannya yang potongan rambut dan gaya berpakaianya mirip. Sayang saya tidak bisa mendengarkan mereka bicara, karena saya yakin cara bicaranya pun pasti setipe.
Salah satu contoh lainnya adalah ketika group band Peter Pan naik daun, hampir semua band baru yang muncul memiliki warna musik yang sama. Sering saya terkecoh mendengar sebuah lagu mirip lagu Peter Pan yang ternyata bukan. Gawatnya lagi, tiba-tiba banyak orang terlihat seperti Ariel-Peter Pan (gaya rambut adalah ciri yang paling mencolok).
Tiba-tiba saya merasa hidup ini begitu miskin. membosankan. Semua orang menjadi serupa.
Bahkan saya pun kadang terjebak di lubang yang sama dan susah untuk keluar dan menunjukan siapa saya sebenarnya.
Karena itu saya mengerti, susah menjadi berbeda tanpa merasa terasing. Seperti alien nyasar. Seakan semua mata memandang aneh. Tapi bagi saya setiap orang harus punya “statement” tentang siapa dirinya.
Tapi apa statement kita?
Bagi saya sederhana saja. Kita adalah bangsa yang plural. Bangsa yang di dalam sebuah toko baju distro saja terdapat berbagai jenis suku, etnis dan latar belakang yang berbeda-beda. Kita harus berani menunjukan perbedaan kita dan menghargai perbedaan orang lain.
Orang jawa jangan hanya bisa berkumpul dengan orang jawa. Orang keturunan Chinese jangan hanya percaya sesamanya, orang batak dengan orang batak, orang ambon dengan orang ambon, dan seterusnya.
intinya, pluralisme bukan sekedar suku, warna kulit, bahasa, budaya tapi juga sikap hidup.
Setiap orang memiliki keunikannya masing-masing yang harusnya saling mengisi dan melengkapi.
Keberagaman tak hanya nyata pada apa yang bisa kita lihat. Justru keberagaman yang sesungguhnya terletak di suatu tempat yang tak bisa kita pegang tapi bisa kita sentuh.
No comments:
Post a Comment