Manusia tidak pernah sendiri. Begitulah pemikiran yang aku simpulkan selama berada di kafe ini. Memang, banyak pengunjung kafe ini yang duduk sendiri dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Tapi apa itu berarti mereka sendiri? Siapa tahu mereka punya sesuatu untuk menemani.
Seorang perempuan bertubuh gempal berkemeja merah muda dan bercelana panjang yang duduk di sudut kafe ini, adalah salah satu contohnya. Ia memang duduk sendiri, tapi sedari tadi tangannya sibuk menekan BB atau memotong kue avocado chocolate-nya, dan sesekali mengaduk kopi di gelasnya. Walau ia tampak sedang sendiri, sebenarnya ia punya tiga teman. BB, kue, dan kopinya.
Seorang lain lagi, pria asing yang duduk tak jauh dariku, sedang duduk sendiri. tak ada kopi atau kue di mejanya. Pria bule ini tampak sedang menunggu seseorang. Gerak geriknya resah, sebentar-sebentar ia mengangkat kepalanya, melihat sekeliling, matanya mencari-cari seseorang yang dikenalnya. Lalu ia tertunduk mengecek BB-nya. tak lama kemudian kembali celingak-celinguk. Pria ini tampaknya sedang menanti seseorang yang tak juga datang, atau mungkin tak akan pernah datang. Tapi dia tidak sendiri, ia punya rasa rindu atau rasa kesal karena yang ditunggu tidak juga datang. Apapun itu, setidaknya ia punya sesuatu untuk menemani.
Satu lagi adalah seorang cewek, seorang pembantu rumah tangga yang dititipkan sang majikan di kafe ini hanya dengan segelas kopi untuk membunuh waktu. Ia tampak sungguh bosan. Sedari tadi hanya bengong memperhatikan orang datang dan pergi dari kafe ini. memperhatikan para barista bercanda dan tertawa, sambil berkhayal, mungkin enak menjadi seperti mereka. lebih enak daripada jadi pembantu rumah tangga yang ditinggal sendiri oleh majikannya. Melihat cowok-cowok pengunjung kafe yang ganteng dan rapi, mungkin ia juga berkhayal bagaimana jadinya kalau salah satu dari mereka menjadi suaminya. Akan ia bawa pulang ke kampung untuk membuat iri semua gadis kampung atau yang tidak lagi gadis. Bisa juga untuk mengantarkan ayahnya pergi ke sawah dengan mobil mewah mereka, sehingga ayah tidak kepanasan lagi atau capek jalan jauh.
Lalu berkelibatan perempuan-perempuan pengunjung kafe itu, yang semua cantik,wangi dan tampak pintar. Maka beralih lah imajinasi pembantu rumah tangga itu kepada mereka. Ia bayangkan menjadi wanita dengan seragam kantor yang membuatnya tampak penting. Mungkin ia juga akan punya pembantu yang diajaknya ke mall dan ditinggal sendiri di sebuah kafe metropolitan. Begitu juga wanita dengan jeans dan tattoo di punggung yang membuatnya begitu modern, seorang wanita dengan rok mini dan backless t-shirt yang terlihat begitu seksi dan mempesona. Semua wanita-wanita itu ia perankan dengan imajinasinya. Pembantu rumah tangga ini tidak sendiri, ia punya imajinasi untuk menemani.
Ketiga orang itu tidak sendiri. Imajinasi mereka menemani, gadget mereka selalu setia, rasa rindu juga ikut mengisi kosong. Hanya itu yang mereka punya sebagai teman. Manusia memang tidak pernah sendiri, ia hanya kesepian.