Dulu sekali, seorang teman pernah bilang sama gua, "Jangan takut sama takut, karena ia ada kita jadi lebih hati-hati". Tanpa sadar, kata-kata itu masuk ke dalam diri gua, bahkan masuk terlalu dalam hingga membentuk karakter gua menjadi "terlalu hati-hati". So, that's made me more as a keeper than a doer.
Segala macam perasaan gua kayak marah, ingin, dan gak ingin, jadi sering terpendam. Parahnya gua selalu berhasil menyakinkan diri kalau memendam perasaan bukan hal yang salah, bahkan gua merasa bukan memendam, tapi cuma sekedar lebih berhati-hati.
Imbasnya, gua jadi susah jujur, dan kacaunya lagi, gua sudah sampai ke tahap dimana gua gak tahu kalau gua lagi membohongi diri sendiri.
Setelah sekian lama gua mempraktekkan kebiasaan ini, sadar-gak sadar, gua merasa susah untuk bisa happy. Bersama dengan berlalunya waktu, kebiasaan memendam perasaan memupuki sisi gelap di diri gua, dan menjadikannya besar dan mantap. Tanpa sadar, hampir seluruh hidup gua nyaris diambil alih oleh sisi gelap ini (kenapa gua berasa lagi nulis fiktif untuk cerita super hero?).
Tapi hidup itu memang tukang jitak nomor satu.
Dalam beberapa bulan belakangan, lewat serangkain kejadian yang sukses membuat gua jungkir balik, hidup menjitak kepala gua, keras. TAK! Gua dihadapi dengan kantor baru yang isinya orang-orang penuh ambisi dan passion yang menggebu-gebu. Gua suka terkesima bagaima cepatnya mereka menentukan sesuatu, dan bukan dengan asal-asalan. Tapi penuh perhitungan. Mereka gak punya waktu untuk bersikap terlalu berhati-hati. Cukup hati-hati saja.
Suatu hari di kantor itu, tiba-tiba terngiang lagi nasihat teman gua. Maybe I was being too literal. Mungkin gua terlalu bulat menelan kata-kata temen gua itu. Mungkin maksudnya, ketika kita dihadapi dengan sebuah pilihan baru, pasti takut menjadi salah satu perasaan yang muncul duluan. Tapi yang seharusnya lebih kita dengarkan adalah perasaan mau atau gak mau. Karena bila kita benar-benar menginginkan sesuatu, pasti akan ada jalan untuk bisa sampai ke sana.
Kadang rasa takut itu bisa menjadi indikator keinginan kita. Kalau takutnya lebih besar dari maunya, mungkin sebenarnya, kita gak benar-benar mau.
Satu hal lain yang gua sadari adalah, semakin gua mencoba untuk gak takut sama rasa takut, gua malah jadi semakin takut.
Jadi jalan yang terbaik buat gua adalah mencoba untuk lebih rasional dan jujur sama diri sendiri, mau atau gak mau. Dan menjadikan takut hanya sebagai sentilan di kala gua lagi malas.
No comments:
Post a Comment